Motor Tak Layak jadi Angkutan Umum Tapi Banyak yang Butuh

Rabu, 22 November 2017 – 22:48 WIB
GoJek.

jpnn.com, SURABAYA - Fenomena keberadaan ojek online dibahas dalam forum diskusi yang diadakan Dinas Perhubungan (Dishub) Jatim kemarin.

Materi yang dibahas seputar regulasi dan fenomena ojek motor yang semakin menjamur.

BACA JUGA: Pasukan Ojek Online Antar Laila Sari ke Pemakaman

Narasumber yang hadir adalah pakar transportasi Iskandar Abubakar, perwakilan Go-Jek Indonesia Malikul Kusno Utomo, perwakilan Masyarakat Transportasi Indonesia yang juga pakar transportasi dari ITS Dr Hitapriya, dan Sekjen Organisasi Angkutan Darat (Organda) Ateng Aryono.

Mereka memaparkan kelayakan sepeda motor sebagai angkutan umum.

BACA JUGA: Di Probolinggo, Sopir Angkot Tolak Ojek Online

Iskandar menyatakan, sepeda motor sebenarnya tidak layak untuk angkutan umum. Penegasan itu tercantum dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009.

Sesuai dua aturan tersebut, tingkat keamanan sepeda motor dianggap sangat rendah.

BACA JUGA: Auuww... Mahasiswi Turki Gigit Lidah Abang Ojek Online

''Itu juga bisa dilihat dari angka kecelakaan yang mayoritas dialami sepeda motor,'' katanya.

Di sisi lain, ojek motor terbukti murah dan cepat. Belum ada yang menyamai.

Hitapriya mengatakan, permintaan terhadap ojek cukup tinggi. Baik ojek online maupun konvensional.

Fenomena itu sering memicu gesekan di lapangan. ''Pemerintah harus melakukan penataan,'' katanya.

Apalagi, hampir semua pelaku bisnis ojek tidak mengantongi izin. Mereka beroperasi secara liar.

Pemerintah harus tanggap dan menyiapkan regulasi. Misalnya, menetapkan persyaratan angkutan motor yang layak dan aman.

''Itu juga permintaan masyarakat kepada pemerintah,'' ucapnya.

Menurut Hitapriya, transportasi merupakan produk yang tidak bisa dikontrol langsung oleh masyarakat.

Peran pengontrol ada pada pemerintah melalui Kementerian Perhubungan.

''Nah, sistem kontrol itu harus segera disiapkan agar ada jaminan keselamatan untuk masyarakat,'' katanya.

Berdasar data yang dimiliki Go-Jek Indonesia, ada 500 ribu mitra yang menyebar di 50 kota.

Dari jumlah tersebut, 70 persen merupakan kepala keluarga. Jumlah itu belum termasuk pengendara ojek konvensional dan ojek online di luar aplikasi Go-Jek Indonesia.

Malikul Kusno Utomo, perwakilan Go-Jek Indonesia, mengungkapkan bahwa bisnis tersebut menyerap ratusan ribu tenaga kerja.

Mereka merupakan lulusan SMP dan SMA. Seandainya bisnis itu dilarang, ratusan ribu orang akan kehilangan pekerjaan.

''Itu gambaran nyata dari internal Go-Jek,'' jelasnya.

Kepala Dishub Jatim Wahid Wahyudi menjelaskan, diskusi yang berlangsung hingga pukul 16.00 tersebut akan menjadi catatan khusus.

Pihaknya akan meneruskan catatan itu ke Kementerian Perhubungan.

Sepeda motor memang tidak layak untuk angkutan umum. Namun, jenis transportasi itu sulit ditutup.

''Butuh aturan yang menjamin kelayakan dan keselamatan penumpang,'' paparnya. (riq/c15/oni/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kurang dari 2 Menit, Dua Motor Raib


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
ojek online   Gojek   Grab Bike   Uber  

Terpopuler