MPR Ingatkan Pemerintah untuk Cegah Terhambatnya Program Vaksinasi Nasional

Selasa, 25 Mei 2021 – 17:36 WIB
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengingatkan pemerintah untuk mengelola proses vaksinasi nasional dengan cermat dan terukur. Ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengingatkan pemerintah untuk mengelola proses vaksinasi nasional dengan cermat dan terukur.

Dia meminta ada langkah pencegahan terhambatnya vaksinasi Covid-19 di tanah air.

BACA JUGA: Airlangga Terima Delapan Juta Dosis Vaksin

"Kami semua menyadari vaksin memiliki masa pakai yang terbatas. Di sisi lain masyarakat di tanah air belum sepenuhnya menerima program vaksinasi Covid-19 ini, sehingga perlu pengaturan yang terukur dalam pengaplikasian vaksin secara nasional," kata Ririe dalam keterangan tertulisnya, Selasa (25/5).

Indonesia kedatangan lagi vaksin Covid-19 tahap ke-13, sebanyak 8 juta dosis vaksin Sinovac dalam bentuk bahan baku (bulk) di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) Cengkareng, Banten, Selasa (25/5). Dengan penambahan tersebut, total vaksin Covid-19 yang dimiliki Indonesia saat ini mencapai 83,9 juta dosis vaksin.

BACA JUGA: Tenang, Kemenkes Jamin Vaksin AstraZeneca Aman Digunakan

Menurut Lestari, jumlah tersebut belum sepenuhnya aman, mengingat target masyarakat yang akan divaksinasi direncanakan 181,55 juta orang.

Hal itu berdasarkan perhitungan kebutuhan vaksin pada setiap orang ialah dua dosis dan sesuai dengan panduan WHO maka pemerintah memperkirakan total vaksin yang diperlukan sekitar 426 juta dosis.

BACA JUGA: Keluarga Meyakini Trio Meninggal Akibat Vaksin AstraZeneca

"Di tengah kebutuhan vaksin Covid-19 dunia yang sangat tinggi di setiap negara kami mengapresiasi pengadaan vaksin dengan prosedur pengawasan yang aman," katanya.

Rerie menyebutkan yang tidak kalah penting dalam proses vaksinasi Covid-19 secara nasional ini ialah kesiapan dari masyarakat dan para pelaksananya.

"Ketidaksiapan masyarakat dan para pelaksana vaksinasi Covid-19 itu berpotensi menghambat proses vaksinasi dan kegagalan pencapaian target," ujar Ririe.

Hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada akhir Maret lalu mencatatkan persentase warga DKI Jakarta yang menolak vaksinasi Covid-19 paling tinggi di Indonesia, yakni 33 persen. Disusul Jawa Timur dengan 32 persen, lalu Banten 31 persen. Sementara persentase terendah penolakan untuk divaksin ditemukan di Jawa Tengah, yakni 20 persen.

Belum lagi, jelas Rerie, mulai terjadi penyimpangan para pelaksana vaksinasi di lapangan yang berpotensi menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap program vaksinasi nasional yang digelar pemerintah.

Dia menuturkan pengadaan vaksin harus sejalan dengan upaya untuk mempersiapkan masyarakat dan petugas pelaksana vaksinasi agar program tersebut berjalan sesuai rencana.

"Langkah sosialisasi terkait vaksinasi harus masif dan peningkatan kepatuhan terhadap regulasi dari para pelaksana vaksinasi di lapangan harus secara konsisten dilakukan," katanya.

Menurutnya, keraguan masyarakat terhadap tingkat keamanan vaksin, menurut Rerie, masih menjadi alasan yang sering dilontarkan masyarakat saat menolak vaksinasi Covid-19.

Pemberitaan terkait dampak vaksinasi Covid-19, harus mendapatkan klarifikasi yang memadai sehingga masyarakat benar-benar paham bahwa vaksinasi aman.

Rerie menegaskan dengan seimbangnya antara kelancaran pasokan vaksin dan pemahaman serta kepatuhan masyarakat dan petugas pelaksana vaksinasi Covid-19.

"Diharapkan pencapaian kekebalan kelompok bisa terbentuk sesuai rencana dan Covid-19 di tanah air bisa segera terkendali," tegas Lestari Moerdijat. (jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler