MPR: Pengembalian Aset Harus Jadi Prioritas Pemberantasan Korupsi

Senin, 09 Desember 2019 – 20:15 WIB
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. Foto: Humas MPR

jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan upaya pemberantasan korupsi tidak hanya cukup mengandalkan tindakan hukuman saja. Menurutnya, tidak kalah penting adalah menutup lubang-lubang yang menjadi celah peluang korupsi.

Bambang mengatakan strategi pemberantasan korupsi juga harus difokuskan kepada upaya pencegahan dan yang tidak kalah penting pengembalian aset hasil korupsi (asset recovery).

BACA JUGA: Wakil Ketua MPR Muzani Minta Fokus pada Pencegahan Korupsi

"Stolen asset recovery atau pengembalian aset negara yang dicuri melalui tindak pidana korupsi memang tak mudah. Karena itu para penegak hukum, baik KPK, Kepolisian, maupun Kejaksaan harus lebih cerdik. Jangan kalah langkah," ujar Bambang, Senin (9/12).

Bamsoet yang turut menghadiri peringatam Hari Anti Korupsi Sedunia, di gedung KPK, itu mengatakan Indonesia Corruption Watch (ICW), mencatat pada 2018 negara mengalami kerugian Rp 9,2 triliun berdasarkan 1.053 putusan yang dikeluarkan pengadilan terhadap 1.162 terdakwa. Sementara pengembalian aset negara dari pidana tambahan uang pengganti hanya Rp 847 miliar.

BACA JUGA: Menurut Sri Mulyani, Hanya 5% ASN Punya Niat Korupsi

Kesulitan mengembalikan aset negara yang dikorupsi lantaran para pelaku tindak pidana korupsi kerap kali memiliki akses yang luar biasa dan sulit dijangkau dalam menyembunyikan maupun melakukan pencucian uang.

"Belum lagi ditambah adanya aturan kerahasiaan bank yang lazim diterapkan pada berbagai negara tempat asset hasil tipikor disimpan," papar Bamsoet.

BACA JUGA: Pesan Mbak Puan Maharani untuk Pencegahan Korupsi

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menilai langkah pertukaran informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan (Automatic Exchange of Information/AEoI) yang dijalankan Indonesia sebetulnya cukup efektif dalam memburu asset tipikor yang disimpan di luar negeri. Melalui kerja sama tersebut, Indonesia setidaknya menyampaikan 54 informasi ke negara mitra. Serta menerima 66 laporan yang berisi nasabah dari yurisdiksi negara mitra.

Perangkat hukum selain KUHP dan KUHAP juga sudah banyak yang bisa dijadikan landasan pengembalian aset recovery. Seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Nomor 1 Tahun 2006 tentang Timbal Balik Dalam Masalah Pidana, dan UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahyn 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. "Tinggal bagaimana para aparat hukum menegakannya," tegas Bamsoet.

Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini juga menyoroti penilaian World Bank yang memandang pengembalian aset tipikor sangat penting bagi pembangunan negara berkembang. Setiap USD 100 juta hasil korupsi yang bisa dikembalikan, dapat membangun 240 kilometer jalan, mengimunisasi 4 juta bayi dan memberikan air bersih bagi 250 ribu rumah.

Lebih dari semua itu, Bamsoet berharap menjelang 75 tahun kemerdekaan tak ada korupsi di Indonesia. Rakyat merindukan pejabat yang amanat, yang bisa menggerakan pembangunan seutuhnya untuk kesejahteraan rakyat. "Bukan untuk kesejahteraan pribadi, keluarga, maupun golongannya," tegas kepala Badan Bela Negara FKPPI ini.

Selain pencegahan, penegakan, dan asset recovery, membersihkan Indonesia dari korupsi juga harus dimulai dari membersihkan partai politik, sebagai penyedia stok penyelenggara negara. "Tanpa itu semua, Indonesia yang bersih dari korupsi hanyalah sekadar mimpi," pungkas Bamsoet.

Turut hadir dalam kesempatan itu antara lain Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin, Menko Polhukam Mahfud MD, Menteri PAN-RB Tjahjo Kumolo, Menkominfo Johny G Plate, Ketua DPD RI La Nyalla Mattaliti, serta Ketua KPK terpilih Komjen Firli Bahuri. (boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler