jpnn.com, JAKARTA - Ketua Yayasan Keadilan Masyarakat Ferdinand Hutahean mengaku tidak sepakat dengan sikap PP Muhammadiyah mengenai pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) oleh KPK.
Sebelumnya, PP Muhammadiyah menulis surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo menyusul temuan Komnas HAM dan Ombudsman RI soal pelanggaran di dalam pelaksanaan TWK pegawai KPK.
BACA JUGA: Muhammadiyah Minta Jokowi Angkat Kembali Novel Baswedan Cs
Muhammadiyah dalam suratnya meminta presiden membatalkan asesmen TWK sebagai syarat alih status pegawai lembaga antirasuah menjadi ASN.
Ferdinand menghargai langkah Muhammadiyah yang bersurat ke Jokowi.
BACA JUGA: Mitsubishi Optimistis Penjualan Mobil Baru Tahun Ini Makin Membaik
Namun, menurut dia, kepala negara tidak bisa mengintervensi proses TWK.
"Hak Muhammadiyah bersurat ke Jokowi, tetapi yang harus dipahami bahwa Jokowi tidak bisa mengintervensi proses," kata eks politikus Partai Demokrat, Kamis (19/8).
BACA JUGA: Mobil Listrik Mungil Wuling Tiba di Indonesia, Harganya di Bawah Rp 100 Juta
Menurut Ferdinand, pada dasarnya temuan Komnas HAM dan Ombudsman RI masuk kategori intervensi kepada lembaga yang terlibat di pelaksanaan TWK.
Selain itu, sistem penilaian Ombudsman dan Komnas HAM terhadap TWK tampak tidak objektif.
"Komnas HAM dan Ombudsman RI melakukan penilaian dan justifikasi berdasarkan asumsi dan persepsi yang tidak memenuhi kaidah kejujuran, objektivitas, tetapi lebih ke subjektivitas," tutur Ferdinand.
Pria kelahiran Sumatra Utara itu menuturkan produk dari Komnas HAM dan Ombudsman sifatnya tidak final dan mengikat.
Pemerintah tidak memiliki kewajiban menuruti hasil penilaian Komnas HAM dan Ombudsman RI terhadap pelaksanaan TWK.
"Ini harus ditolak, lagi pula tidak ada aturan di republik ini yang menyatakan bahwa keputisan Komnas HAM dan Ombudsman RI menjadi keputusan yang final dan harus dieksekusi. Tidak ada," tutur dia.
Dalam surat terbuka itu, PP Muhammadiyah menekankan tiga poin yang harus diperhatikan oleh Presiden Jokowi.
Pertama, Jokowi merupakan Presiden RI yang menjabat sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan serta pejabat pembina kepegawaian tertinggi, harus mengambil alih proses alih status pegawai KPK serta membatalkan hasil asesmen TWK.
Kedua, Presiden Jokowi juga harus memulihkan nama baik 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) yang telah distigma dengan pelabelan identitas tertentu.
Muhammadiyah juga meminta presiden mengangkat 75 pegawai KPK yang dinyatakan TMS, sekaligus ini merupakan bentuk komitmen Presiden terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia.
Ketiga, Muhammadiyah menilai asesmen TWK tidak sepenuhnya menjalankan perintah UU Nomor 19 tahun 2019, PP Nomor 41 tahun 2020, dan pengabaian arahan Presiden Republik Indonesia yang telah disampaikan secara terbuka di hadapan masyarakat. (ast/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menurut Ferdinand, Ide Bamsoet Bisa Menyembuhkan Kekacauan
Redaktur : Rasyid Ridha
Reporter : Aristo Setiawan