JAKARTA - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Din Syamsuddin mengatakan Muhammadiyah tetap dalam posisi menolak Rancangan Undang-undang Organisasi Kemasyarakatan (RUU Ormas) yang akan disahkan Paripurna DPR, Selasa pekan depan.
Sikap tersebut disampaikan Din Syamsuddin langsung saat mendatangi Ketua DPR Marzuki Alie dan Wakil Ketua DPR, Taufik Kurniawan di gedung Nusantara III, komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/6).
"Muhammadiyah memandang alam pikiran yang sejalan dengan jiwa kemerdekaan dan konstitusional harus jadi dasar kandungan isi RUU Ormas sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 dan Universal Declaration of Human Rights," kata Din Syamsuddin.
Selain itu lanjutnya, RUU Ormas tersebut tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara pascareformasi.
"Mestinya RUU Ormas memiliki semangat terbentuknya masyarakat sipil yang semakin mandiri, harmonis, produktif, dan partisipatif dalam pembangunan masyarakat, bangsa dan negara," ujarnya.
Syaratnya kata Din, pemerintah dan DPR harus memiliki paradigma baru dalam menyikapi fenomena menguatnya masyarakat sipil dengan cara menjadi fasilitator dan suporting ketimbang regulatif administratif semata.
"Secara khusus, Undang-undang Ormas tidak boleh memproduksi kembali segala bentuk pengaturan atau regulasi yang secara langsung maupun tidak langsung mengandung semangat dan isi yang bersifat monolitik dan represif, baik secara parsial maupun keseluruhan," tegasnya.
Berangkat dengan paradigma itu, Muhammadiyah kata Din, bersikap RUU Ormas tidak diperlukan karena aturan-aturan yang tertuang di dalamnya sudah ada di dalam perundang-undangan lainnya. Muhammadiyah kuatir kalau UU Ormas akan mendatangkan lebih banyak kerugian bangsa ketimbang manfaatnya.
"Muhammadiyah mengusulkan agar pimpinan DPR bersikap dan bertindak bijak membatalkan pengesahan RUU Ormas dengan argumentasi hukum antara lain bertentangan dengan UUD 1945, terutama Pasal 28 dan 28E ayat, karena mempersempit ruang kebebasan berserikat dan berkumpul," harap Din Syamsuddin.
Hadir dalam pertemuan tersebut antara lain PBNU, KWI, PGI, dan Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI), serta beberapa perwakilan dari fraksi-fraksi di DPR. (fas/jpnn)
Sikap tersebut disampaikan Din Syamsuddin langsung saat mendatangi Ketua DPR Marzuki Alie dan Wakil Ketua DPR, Taufik Kurniawan di gedung Nusantara III, komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/6).
"Muhammadiyah memandang alam pikiran yang sejalan dengan jiwa kemerdekaan dan konstitusional harus jadi dasar kandungan isi RUU Ormas sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 dan Universal Declaration of Human Rights," kata Din Syamsuddin.
Selain itu lanjutnya, RUU Ormas tersebut tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara pascareformasi.
"Mestinya RUU Ormas memiliki semangat terbentuknya masyarakat sipil yang semakin mandiri, harmonis, produktif, dan partisipatif dalam pembangunan masyarakat, bangsa dan negara," ujarnya.
Syaratnya kata Din, pemerintah dan DPR harus memiliki paradigma baru dalam menyikapi fenomena menguatnya masyarakat sipil dengan cara menjadi fasilitator dan suporting ketimbang regulatif administratif semata.
"Secara khusus, Undang-undang Ormas tidak boleh memproduksi kembali segala bentuk pengaturan atau regulasi yang secara langsung maupun tidak langsung mengandung semangat dan isi yang bersifat monolitik dan represif, baik secara parsial maupun keseluruhan," tegasnya.
Berangkat dengan paradigma itu, Muhammadiyah kata Din, bersikap RUU Ormas tidak diperlukan karena aturan-aturan yang tertuang di dalamnya sudah ada di dalam perundang-undangan lainnya. Muhammadiyah kuatir kalau UU Ormas akan mendatangkan lebih banyak kerugian bangsa ketimbang manfaatnya.
"Muhammadiyah mengusulkan agar pimpinan DPR bersikap dan bertindak bijak membatalkan pengesahan RUU Ormas dengan argumentasi hukum antara lain bertentangan dengan UUD 1945, terutama Pasal 28 dan 28E ayat, karena mempersempit ruang kebebasan berserikat dan berkumpul," harap Din Syamsuddin.
Hadir dalam pertemuan tersebut antara lain PBNU, KWI, PGI, dan Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI), serta beberapa perwakilan dari fraksi-fraksi di DPR. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Walhi Sebut 117 Perusahaan Terlibat
Redaktur : Tim Redaksi