Umat Islam Indonesia tidak akan mungkin tampil sebagai Islam rahmatan lil-âalamin jika dirinya tertinggal dan tidak berkemajuan. Islam rahmatan lil-âalamin, atau pembawa kesejahteraan bagi seluruh alam, harus berkemajuan. Islam berkemajuan ingin mewujudkan kehidupan umat manusia yang tercerahkan melalui transformasi sosial yang bersifat emansipasi, humanisasi, liberasi, dan transendensi.
Hal tersebut dikatakan oleh Ketua PP Muhammadiyah Dr Haedar Nashir dalam kuliah umum di Monash University hari Jumat sore (16/2/2018) di Melbourne.
BACA JUGA: Penjelasan Soal Perbedaan Warna Telur
Dr Haedar Nashir berada di Australia bersama dengan 37 rektor universitas Muhammadiyah dari seluruh Indonesia yang mengikuti kegiatan pendidikan dengan mengunjungi berbagai institusi pendidikan, termasuk Monash University.
Dalam kuliah yang dihadiri sekitar 100 orang tersebut, Dr Haedar menjelaskan misi yang dijalankan oleh organisasi Muhammadiyah yang sekarang membawa konsep yang disebut Islam berkemajuan dalam kuliah yang disampaikan dalam bahasa Indonesia dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
BACA JUGA: Pemerintah Malaysia Dicemooh Soal Iklan Tahun Baru Imlek
Menurut Dr Haedar, dalam situasi kehidupan kontemporer yang kompleks di Indonesia seperti sekarang ini, kehadiran Islam Indonesia yang berkemajuan menjadi sangat penting dan relevan.
"Umat Islam Indonesia yang mayoritas harus tampil sebagai umat berkemajuan, bukan sebagai golongan yang besar sebatas jumlah," kata lulusan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tersebut.
BACA JUGA: Gadis Brisbane Ini Pilih Truk Sebagai Rumah
"Apalah artinya besar secara kuantitas tetapi kalah dalam kualitas. Apakah artinya Islam moderat jika tertinggal dan tangan di bawah."
"Umat Islam Indonesia yang besar dan moderat harus menjadi golongan besar yang unggul dan tangan di atas. Itulah relevansi kehadiran Islam dan umat Islam berkemajuan di Indonesia." katanya lagi. Tema yang dibawakan oleh Dr Haedar Nashir di Monash University
Foto: ABC Sastra Wijaya Organisasi Islam kedua terbesar di Indonesia
Kuliah di Monash University ini dipandu oleh dua dosen yang banyak mengenal Indonesia, yaitu Prof Ariel Heryanto dan Dr Julian Millie.
Ketika memperkenalkan Dr Haedar Nashir, Prof Ariel Heryanto menyebut Muhammadiyah sebagai organisasi Islam kedua terbesar di Indonesia, hal yang kemudian disentil oleh Haedar Nashir.
"Kita memang sering disebut sebagai organisasi Islam kedua terbesar. Namun apa sebenarnya kriteria menyebut yang satu lebih besar dari yang lain, apakah kualitas dan kuantitas?" katanya.
Organisasi Islam yang dianggap terbesar di Indonesia adalah Nahdlatul Ulama (NU).
Dr Haedar Nashir juga membeberkan fakta bahwa Muhammadiyah dalam perjalananan sejarahnya lebih tua dari NU.
"Dari sisi abjad juga M (uhamamadiyah) lebih dulu dari N(ahdlatul Ulama), sementara kita didirikan di tahun 1912, lebih duluan dari NU yang didirikan di tahun 1926." katanya.
Menjawab pertanyaan lebih serius dari wartawan ABC Sastra Wijaya mengenai tantangan apa yang dihadapi oleh Muhammadiyah dalam menjelaskan mengenai Islam berkemajuan di Indonesia, Dr Haedar Nashir menjelaskan adanya tiga golongan.
"Pertama, mereka yang ingin menerapkan semangat Islam secara menyeluruh (kaffah), dengan perspektif masa lampau."
"Kedua, kelompok yang ingin menerapkan Islam post modern, namun tanpa melakukan proses dialog universal."
"Ketiga adanya kondisi dimana banyak warga Islam yang tertinggal dari sisi ekonomi, sehingga mereka rawan dalam konteks sosial politik." katanya.
Menjawab pertanyaan lain mengenai siapa yang lebih tepat disebut menjadi wakil Muhammadiyah saat ini antara dua bekas ketua organisasi tersebut, Amin Rais dan Syafi'i Maarif, Dr Haedar Nashir mengatakan kedua tokoh itu dalam kapasitas masing-masing sedang menggugat keadaan di Indonesia dengan cara-cara yang berbeda.
"Yang bisa dianggap mewakili Muhammadiyah sekarang ini tentu adalah saya." katanya yang disambut dengan tertawa diantara mereka yang hadir. Dr Haedar Nashir mendengarkan pertanyaan dari peserta kuliah di Monash
Foto: ABC Sastra Wijaya Kerjasama Universitas Muhammadiyah dengan Institusi Pendidikan di Australia
Rektor Universitas Muhammadiyah Cirebon (UMC) (Jawa Barat) Prof Khaerul Wahidin termasuk dalam rombongan yang melakukan kunjungan ke Australia tersebut.
Menurutnya, Muhammadiyah menandatangani MOU dengan empat pihak di Australia yaitu Lembaga Kejuruan TAFE Holmesglen, Victoria University, Monash University dan Departemen Pendidikan Australia.
Diharapkan dari kerjasama ini, lembaga yang dipimpinnya berniat mengembangkan program pendidikan vokasi, atau keterampilan dengan standar nasional Australia sehingga nantinya dapat mewujudkan lulusan yang kompeten dan siap kerja.
Pengembangan prodi yang akan dilakukan di masa depan adalah di bidang hubungan masyarakat, informatika, industri, sipil, arsitektur, geodesi dalam program D3.
"Kita berharap ini bisa menampung hasrat lulusan SMA/SMK untuk menjadi ahli madya dalam menyerap lapangan kerja yang terbuka luas, baik untuk kebutuhan dalam maupun luar negeri," kata Prof Khaerul Wahidin.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Vaksin Flu Baru Gratis Khusus Lansia