jpnn.com, JAKARTA - ATURAN ketat diterapkan Inggris terhadap Huawei.
Ya, negara Ratu Elizabeth ini melarang pemasangan peralatan 5G Huawei setelah September 2021.
BACA JUGA: Samsung Galaxy W21 5G Dirilis, Sebegini Harganya
Hal ini sebagai bagian dari rencana untuk membersihkan peralatan perusahaan asal Tiongkok dari jaringan seluler berkecepatan tinggi, Reuters melaporkan, Senin.
Pemerintah Inggris telah memerintahkan semua peralatan Huawei dihapus dari jaringan 5G-nya hingga akhir 2027.
BACA JUGA: Huawei Resmi Melepas Honor ke Shenzhen Zhixin
Sejalan dengan sekutunya, termasuk Amerika Serikat, yang mengatakan perusahaan tersebut menimbulkan risiko keamanan.
Tiongkok telah mengkritik keputusan itu, sementara pekan lalu Huawei mengatakan kecewa Inggris berusaha untuk mengecualikannya dari peluncuran 5G.
BACA JUGA: Huawei Rilis Petal Maps untuk Saingi Google Maps
Setelah penerbitan undang-undang baru yang bisa membuat perusahaan-perusahaan didenda 100.000 pound (sekitar Rp1,8 miliar) jika mereka melanggar larangan tersebut.
Pengumuman itu muncul menjelang perdebatan tentang undang-undang telekomunikasi baru di parlemen, sekaligus menetapkan jadwal untuk pencopotan peralatan.
" Saya menetapkan jalur yang jelas untuk penghapusan lengkap vendor berisiko tinggi dari jaringan 5G kami," kata menteri digital Oliver Dowden, dikutip dari Reuters.
" Hal ini akan dilakukan melalui kekuatan baru dan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk mengidentifikasi dan melarang peralatan telekomunikasi yang mengancam keamanan nasional kami," dia menambahkan.
Pemerintah Inggris juga mengumumkan strategi baru untuk mendiversifikasi rantai pasokan 5G.
Terdiri dari investasi awal sebesar 250 juta pound, uji coba bekerja sama dengan perusahaan Jepang NEC dan pendirian fasilitas baru untuk penelitian.
Inggris telah melarang pembelian peralatan 5G Huawei setelah akhir tahun.
Inggris mengatakan keputusannya pada Juli lalu terkait dengan kekhawatiran sanksi AS pada teknologi chip bisa memengaruhi jalur pasokan.
Huawei pada saat itu mengatakan keputusan tersebut mengecewakan, dan keputusan itu lebih kepada kebijakan perdagangan AS dibandingkan soal isu keamanan.(antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fany