jpnn.com, JAKARTA - DPP PDI Perjuangan mengonfirmasi bahwa pasangan Mulyadi-Ali Mukhni telah mengembalikan rekomendasi partai untuk maju di Pilgub Sumatera Barat 2020.
PDI Perjuangan menganggap langkah pasangan itu, khususnya Mulyadi, menunjukkan sosok calon pemimpin yang plinplan dan tidak sejalan dengan tokoh bangsa dari Minang pada masa lampau.
“Sejak awal saya sudah menduga bahwa Mulyadi tidak kokoh dalam sikap sebagai pemimpin, sehingga mudah goyah dalam dialektika ideologi. Padahal apa yang disampaikan oleh Mbak Puan Maharani merupakan suatu harapan agar Sumatera Barat jauh lebih baik sebagaimana sejarah telah mencatat dalam tinta emas," kata Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dalam keterangan yang diterima, Minggu (6/9).
Hasto menerangkan, kepeloporan para pahlawan Sumbar seperti Moh Hatta, KH Agus Salim, Mohammad Yamin, Rohana Kudus, HR Rasuna Said, Moh Natsir dan Tan Malaka adalah para pejuang bangsa. Mereka, kata Hasto, sosok pembelajar yang baik, dan menjadi keteladanan seluruh kader partai.
Sementara sikap Mulyadi, lanjut Hasto, sangat dipahami, karena politik kekuasaan bagi yang tidak kokoh dalam prinsip, hanya menjadi ajang popularitas. “Bagi PDI Perjuangan menjadi pemimpin itu harus kokoh dan sekuat batu karang ketika menghadapi terjangan ombak, terlebih ketika sudah menyangkut Pancasila," kata Hasto.
Hasto menegaskan, komitmen PDI Perjuangan terhadap Pancasila dan kemajuan Sumbar tidak pernah surut. Dia menyadari sepuluh tahun terakhir nampak ada sesuatu yang berbeda di Sumbar.
“Meski Pak Jokowi dan PDI Perjuangan kalah pada Pemilu 2014 dan 2019, kami tetap selalu mendorong Pak Jokowi untuk sering ke Sumbar, dan membangun Sumbar tanpa kecuali. Apakah masyarakat Sumbar akan berterima kasih? Itu nomor kesekian. Yang penting, sikap partai terhadap Sumbar tidak berubah karena provinsi tersebut memiliki sumbangsih terhadap kepeloporan kemerdekaan Indonesia yang luar biasa. Jadi wajib hukumnya bagi Pak Jokowi dan kader PDIP dukung kemajuan Sumbar," jelas dia.
PDIP, lanjut Hasto, sebenarnya sangat kagum dengan Sumbar. Dari bahasa Melayu saja, sejarah mencatat bagaimana sejak 1928, digunakan oleh sebagian kecil masyarakat nusantara berkomunikasi. Bahasa itu kemudian mampu diterima sebagai bahasa persatuan, bahasa nasional, dan diterima oleh semua suku bangsa menjadi bahasa persatuan Indonesia.
Selain itu, tambah Hasto, makanan padang diterima secara luas di seluruh Indonesia. Diterima secara terbuka, dan masyarakat Indonesia menjadikannya sebagai makanan nasional. Seharusnya, fenomena itu membuat Mulyadi lebih menerima masukan dan harapan agar modal kultural kepeloporan Sumbar untuk lebih Pancasilais.
“Apa yang disampaikan Mbak Puan merupakan bagian dari dialektika ideologis dan disampaikan dengan baik, dengan lafal bismillah. Jadi mari kita lihat secara objektif dan proporsional, dan dijauhkan dari dinamika Pilgub," jelas Hasto. (tan/jpnn)
BACA JUGA: Mulyadi-Ali Pastikan Mengembalikan SK PDIP, Cukup PD dan PAN
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga