jpnn.com, SIDOARJO - Di beberapa daerah ada masjid Cheng Ho. Tetapi di Sidoarjo, Jawa Timur, ada musala yang menyerupai masjid dari pelaut dan penjelajah asal Tiongkok yang sangat tersohor.
Namanya Musala Nurussalam. Lokasinyanya di Desa Ngaban, Kecamatan Tanggulangin.
BACA JUGA: Musala Usia Puluhan Tahun Itu Tiba-Tiba Runtuh
Sejak direnovasi dengan arsitektur Tionghoa, jumlah jamaah yang salat di musala ini terus meningkat.
Annisa Firdausi - Radar Sidoarjo
BACA JUGA: Ingin Mudik, Hendra Cari Uang Saku di Musala
Musala ini berwarna merah, didesain dengan arsitektur Tionghoa.
Berada di tepi Jalan Raya Ngaban dan tidak besar. Luasnya hanya sekitar 60 M2, tetapi musala ini tidak pernah sepi dari pengunjung.
Banyak warga sekitar atau pendatang dari daerah lain mampir di musala ini untuk salat berjemaah.
Ketua Takmir Musala Nurussalam Nur Ahlam menceritakan, musala ini sudah berdiri sejak 1986 silam atau 31 tahun silam.
Saat itu bentuknya masih sederhana. Bahkan lokasinya berada di bawah jalan raya. Musala kemudian direnovasi sekitar tahun 1988.
“Bentuknya menjadi musala panggung agar setara dengan jalan raya,” ungkapnya.
Pada akhir 2011, takmir masjid berembuk untuk kembali merenovasi musala tersebut.
Saat rembukan itu, Nur menyebutkan ada masukan dari salah satu warga yang berprofesi sebagai arsitek untuk memberi nuansa Tionghoa, sehingga bentuknya seperti Masjid Cheng Ho.
Usulan disetujui dan renovasi pun dimulai. Selama 1,5 tahun pengerjaan, banyak bantuan yang datang dari berbagai pihak untuk pembangunan musala tersebut.
Mulai dari warga sekitar, pengendara yang kebetulan melintas, hingga Gubernur Jatim Soekarwo juga ikut menyumbang.
Lalu pada pertengahan 2013, musala tersebut sudah bisa digunakan.
Diakui Nur Ahlam, sejak saat itu jumlah jamaah di musala Nurussalam meningkat.
“Apalagi saat Ramadan seperti ini, musala tidak pernah sepi,” katanya.
Nur Ahlam melanjutkan, ramainya musala Nurussalam ini biasanya pada malam hari.
Usai salat maghrib, banyak jamaah yang menghabiskan waktu duduk-duduk di musala sambil menunggu Isya.
Sejak memiliki arsitektur Tionghoa, banyak jamaah yang berfoto di depan musala sehabis salat.
Mereka merupakan masyarakat dari daerah lain yang sedang berkunjung ke Intako.
“Sabtu dan Minggu selalu ramai pengunjung dari luar kota,” imbuhnya. (nis/jee)
Redaktur : Tim Redaksi