jpnn.com - KECINTAAN Mira Lesmana dan Riri Reza dalam membuat film berdasarkan kisah hidup mengantarkannya kembali membuat film Sokola Rimba. Mengambil setting di era tahun 2000 di daerah pedalaman di kawasan Taman Nasional Bukit 12 di kota Jambi. Mira dan Riri menyuguhkan perjuangan perempuan bernama Butet Manurung yang rela meninggalkan segala macam aktivitasnya untuk berjuang menjadi guru di tengah hutan belantara.
“Saya sebenarnya sudah mengenal Butet sejak tahun 2000. Saya sempat terheran dan kagum. Ada orang yang rela meninggalkan waktunya untuk menjadi guru,” ujar Mira Lesmana produser film Sokola Rimba saat pemutaran perdana filmnya di XXI Epicentrum, Jakarta Selatan, Selasa (12/11).
BACA JUGA: Harta Venna Melinda Bakal Diperiksa Pengadilan
Sebuah film yang diadopsi dari buku berjudul sama ini pun tidak jauh beda dengan film sebelumnya, Atambua 39 Derajat Celsius yang mengisahkan perjuangan masyarakat setempat. Hanya saja, film yang dibintangi Prisia Nasution sebagai Butet ini memiliki drama yang berbeda dan pesan yang berbeda.
Sebab satu demi satu perjuangan Butet dalam mengajarkan anak-anak pedalaman untuk mengenal tulisan dan penolakan para masyarakat disuguhkan dalam drama yang menarik menyentuh hati penonton.
“Saya mencoba membebaskan diri saya sendiri dengan membaca dan mendalami buku Sokola Rimba baik secara intuitif dan feeling,” ujar Riri Riza.
BACA JUGA: Menangis Tonton Film Sendiri
Pria yang berperan sebagai penulis dan sutradara ini pun mencoba memvisualisasikan isi dari cerita tersebut sebagai cerita yang inspiratif dan mengugah perasaan penonton. Salah satunya saat masyarakat marginal yang tidak bisa membaca dan menulis kerap dibodohi dengan perjanjian yang sejatinya mereka sendiri tidak tahu isi dari perjanjian tersebut. atau perjuangan Butet menelusuri luas areal hutan untuk menyebar ilmu.
“Sebagai pembuat film, yang paling penting adalah apa yang bisa saya ceritakan dari gagasan itu. Bagaimana saya mengambarakan gagasan besar itu menjadi sebuah film cerita atau film yang menarik dan mempesona penonton,” katanya.
BACA JUGA: Sibuk Kerja, Berat Badan Masayu Anastasia Turun
Riri dan Mira pun tidak banyak melibatkan aktris maupun aktor ternama di film terbarunya itu. Mereka memilih masyarakat setempat untuk terlibat langsung dalam film berdurasi 90 menit ini. “Kalau akting memang naluri dan melihat lawan bicara, ketika kamera berpindah mereka sangat rileks dan sepertinya mereka memiliki bakat,” jelas Riri.
Dan menariknya, Riri tidak mengadopsi secara utuh buku Sekolah Rimba ke dalam skenario filmnya. Akan tetapi satu demi satu kisah masyarakat yang terlibat dalam film tersebut dijadikan sebuah benang merah dari film yang rencananya dirilis pada 21 November itu.
“Mereka cukup cerdas dengan spontan. Bahkan ketika saya menyusun adegan saya juga memanfaatkan cerita-cerita mereka untuk dijadikan sebuah skenario, dan ini pengalaman mereka,” terang Riri yang tiga kali melakukan observasi ke lingkuang tersebut.
Di mata kedua film maker ini, Sokolah Rimba memang memiliki keunikan cerita tersendiri. Bahkan dalam menjalani syuting, banyak hal menarik mereka dapat. Salah satunya urusan landscape atau pun lokasi. Mereka menyuguhkan secara utuh kehidupan alam tanpa membangun ulang lokasi syuting.
“Lokasi itu bicara tentang otensitas, ketika kita memfilmkan sebuah film kita berusaha menyuguhkan lokasi yang real, bukan kita pilih di bogor atau membangun ulang,” ceritanya.
Hanya saja dalam cerita tersebut, Riri dan Mira Lesmana tidak banyak menyuguhkan konflik yang dihadapi para masyarakat pedalaman dengan masyarakat pendatang yang kehidupanya terusik saat hutan dan lingkungan mereka di jadikan sebuah industri.
“Karena tidak semua tentang konflik, film ini bercerita tentang kebiasaan hidup orang rimba dan ini pilihan gadis muda yang ingin mengabdikan hidupnya bersama mereka,” tegasnya. (ash)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Coboy Junior Ogah Tanggapi Fans Ababil
Redaktur : Tim Redaksi