”Pesantren disebut hebat biasanya dilihat dari kualitas pengasuhnya. Sedangkan kualitas pengasuh itu sendiri biasanya dilihat dari para alumninya. Dan, bukan lewat test terhadap para kyainya,” ungkapnya.
Pesantren yang berhasil melahirkan alumni yang hebat, lanjutnya maka institusi dimaksud dianggap hebat dan akan didatangi calon santri dari berbagai penjuru.
Peraih Rekor MURI ini menuturkan untuk mengetahui kualitas guru maka pemerintah pun sekarang ini melakukan tes kompetensi. Para guru diuji dan ternyata hasilnya masih di bawah standar. Dengan cara itu maka kerahasiaan guru terbongkar, bahwa kompetensi guru-guru yang ada selama ini masih seperti itu.
”Semoga tidak banyak murid tidak tahu, bahwa kualitas gurunya selama ini masih belum terlalu hebat,” kata dia.
Rendahnya kualitas guru tersebut sebenarnya sulit dipahami tatkala dikaitkan dengan hasil ujian nasional pada setiap tahun. Para guru yang masih dianggap kurang berkualitas atau di bawah standar itu ternyata pada setiap tahun sudah berhasil mengantarkan para siswanya lulus ujian nasional. Prosentase lulusan itu di mana-mana selalu tinggi. Sedikit saja peserta ujian nasional yang gagal. Dan, mereka yang gagal itu setelah diberi kesempatan mengulang juga lulus.
Maka artinya, guru yang masih berkompetensi di bawah standar ternyata berhasil mengantarkan para siswanya lulus ujian nasional. Dari kenyataan itu, pertanyaan yang perlu dijawab adalah, apa sebenarnya yang salah? Apakah penilaian terhadap guru itu yang kurang tepat, ataukah ujian nasional itu sendiri yang belum dilakukan secara benar. (oci)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pendidikan jadi Proyek, Peringkat Jeblok
Redaktur : Tim Redaksi