Asosiasi Warga Amerika di Australia (AAA) tak berpikir bahwa kehadiran Angkatan Laut Amerika Serikat di Darwin akan berubah di bawah pemerintahan baru Presiden Donald Trump.
Presiden AAA cabang Wilayah Utara Australia (NT), Digby Hart, melontarkan komentar itu menjelang ulang tahun ke-75 dari pengeboman di Darwin, serangan terbesar di tanah Australia oleh musuh asing, di mana banyak personel militer AS turut tewas saat itu.
BACA JUGA: Gadis Berkerudung Berbagi Kehidupan di Australia
AAA adalah kelompok yang didukung oleh pemerintah AS dan Australia dan bertujuan untuk mendorong kerjasama yang bersahabat di antara kedua negara.
Ada kekhawatiran bahwa keinginan Presiden Trump agar sekutu AS membayar lebih banyak untuk menjamu personel militer AS, bisa berdampak pada kesepakatan Angkatan Laut mereka untuk mengunjungi Darwin.
BACA JUGA: New South Wales Alami Cuaca Terpanas Dalam 4 Tahun Terakhir
Australia-AS terikat darahDigby Hart mengatakan, aliansi mereka tak pernah sekuat sebelumnya dan serangan di utara Australia 75 tahun lalu membantu memperkuat hal tersebut.
"Yang mengebom Darwin adalah armada kapal kekaisaran Jepang yang sama seperti pengeboman Pearl Harbour dan itulah yang benar-benar mengikat Australia dan Amerika. Terikat oleh darah," jelas Hart.
BACA JUGA: Messi-Neymar Akan Ramaikan Laga Persahabatan di Melbourne
Militer Amerika Serikat memainkan peran penting dalam pertahanan Australia utara selama Perang Dunia II.
Ada 450 warga Amerika yang kehilangan nyawa di NT.
Kekalahan tunggal terbesar berlanjut selama serangan pertama pada tanggal 19 Februari 1942, ketika kapal perang USS Peary dibom.
Sebanyak 92 awak kapal tewas, sebagian besar dari mereka terbakar dalam minyak menyala yang mengelilingi kapal, atau tenggelam.
Hanya tujuh jenazah yang pernah ditemukan. Hanya 7 jenazah yang pernah ditemukan setelah kapal perang USS Peary dibom pada tahun 1942.
126801 : Australian War Memorial AS bersemangat mengenang korban USS Peary
Kapal karam -yang berisi jenazah -tersebut terletak 27 meter di bawah air, tak jauh dari tempat peringatan, di mana sebuah upacara penghormatan akan digelar akhir pekan ini untuk memeringati ulang tahun ke-75 Pengeboman Darwin.
"Korps Marinir (Angkatan Laut) AS akan hadir di sini dan mereka cukup bersemangat untuk mengenang mereka yang gugur," kata Digby Hart.
Mantan Presiden AS Barack Obama sempat mementingkan kunjungan ke situs itu selama tur Australia-nya di tahun 2011.
AS menderita korban pertama dalam serangan itu, empat hari sebelum serangan bom pertama, setelah Letnan Robert Bevell melihat sebuah pesawat Jepang saat dalam perjalanan untuk melindungi konvoi kapal.
Baik ia maupun pesawat musuh ditembak jatuh.Jumlah personel AL AS di Darwin diperkirakan meningkat
Kehadiran Amerika di ujung utara Australia selama periode perang tersebut, secara konsisten, begitu kuat.
Militer AS membangun serangkaian lapangan udara di NT untuk melakukan operasi ofensif, dan banyak prajurit tinggal di Darwin karena mereka tengah dilatih dan disiapkan untuk dikirim ke front Pasifik.
Lebih dari 1.000 personel Angkatan Laut (AL) AS saat ini ditempatkan di Darwin, jumlah yang diperkirakan akan meningkat menjadi 2.500 personel pada tahun 2020.
Digby Hart mengatakan, kondisi ini akan "berjalan seperti biasa" meski ada perubahan administrasi dan kekhawatiran yang muncul.
Ia menyebut, Darwin dipilih karena posisi strategisnya serta peluang pelatihan yang ideal, yang tersedia berkat kondisi geografisnya di ujung utara Australia.
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.
Diterbitkan: 16:40 WIB 13/02/2017 oleh Nurina Savitri.
Lihat Artikelnya di Australia Plus
BACA ARTIKEL LAINNYA... Asia Topa di Australia Tampilkan Seniman Indonesia