Nano Sutiman

Oleh: Dahlan Iskan

Senin, 16 September 2024 – 08:22 WIB
Dahlan Iskan. Foto/ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - KEHIDUPAN itu kompleks. Pikiran manusia itu sederhana. Terbatas pula.

Itulah sebabnya para dosen seharusnya mampu mengajak mahasiswa untuk terbiasa melakukan shifting paradigma.

BACA JUGA: Kopi Bahagia


Prof Sutiman bersama istri.--

Yang mengatakan itu bukan anak Pak Iskan. Saya hanya menyimpulkan hasil pembicaraan panjang saya dengan ilmuwan Indonesia yang menciptakan nano bubble.

BACA JUGA: Wajah Baru

Namanya: Prof Dr Sutiman Bambang Sumitro SU DCS.

Prof Sutiman baru saja pensiun sebagai guru besar FMIPA Universitas Brawijaya Malang.

BACA JUGA: Katolik Kristen

Dia pernah jadi dekan di sana. Dua periode. Dia sudah membimbing 70 orang doktor baru di berbagai bidang ilmu.

Nano bubble diciptakan untuk menjaga kebugaran badan. Kebugaran adalah salah satu kunci untuk sehat.

Tubuh terdiri dari sel. Triliunan jumlahnya. Tiap sel memerlukan oksigen.

Jumlah oksigen yang dipasok ke sel tergantung ketersediaan oksigen di udara. Juga tergantung pada kemampuan paru.

Dari paru dibawa oleh butir darah merah menuju sel. Lewat saluran darah. Besar sampai micro. Ujung tombaknya saluran darah cabang terkecil.

Prof Sutiman menginginkan pengiriman oksigen itu tanpa melewati jalur logistik seperti itu. Langsung masuk ke sel. Tidak tergantung pada kualitas saluran darah.

Seberapa kecil ukuran gelembung udara yang dikirim Sutiman ke sel tersebut? "Besarnya 80 nanometer," ujar Prof Sutiman. Tidak terlihat. Saking kecilnya.

Bukankah sifat gelembung akan selalu naik? Bagaimana bisa dikendalikan untuk masuk sel?

"Ukurannya, kan, nano. Tidak lagi terikat hukum Newton," ujar dokter Tirta yang menjadi tim inti Prof Sutiman.

Dokter Tirta orang Malang. Ahli bedah. Sudah pensiun dari dinas militer dengan pangkat kolonel. Dia ketua salah satu yayasan masyarakat Tionghoa di Malang.

"Dokter selalu berorientasi ke organ. Prof Sutiman berorientasi ke sel," ujar dokter Tirta.

Cita-cita awal Sutiman sebenarnya jadi dokter. Waktu tes masuk Universitas Gadjah Mada tidak lulus. Dia diterima di jurusan biologi. Sampai akhirnya jatuh cinta ke ilmu itu. Dia pun mendalami biologi molekuler.

Sutiman orang Yogyakarta. Dia lulusan SMAN 1 yang di sana disebut sebagai SMA Teladan.

Setelah menjadi dosen di UB, Sutiman mendapat beasiswa ke Jepang. Ke Nagoya University. Lanjut lagi ke Mie University. Di provinsi Mie. Antara Nagoya dan Osaka.

Jadilah Sutiman ahli biologi sel. Istimewa. Diakui dunia. Dipercaya mengajar bidang itu di mana-mana. Termasuk di Jepang.

Sutiman pun memiliki delapan paten internasional. Salah satunya nano bubble itu.

Hubungannya yang luas dengan ilmuwan Jepang membuat Sutiman tahu: sudah ada mesin pembuat bubble, tetapi dia ingin membuat bubble yang ukuran nano.

Dia pun melakukan penelitian mendalam. Berhasil. Dengan tekanan 30 BAR gelembung ukuran nano bisa tercipta.

Nano bubble itulah yang kemudian diinfuskan ke tubuh. Selama tiga tahun terakhir sudah 13.000 orang yang menjalani infus nano bubble made in Sutiman.

Bagi orang yang sudah tua dianjurkan menjalaninya seminggu tiga kali. Sebanyak 10 kali. Juga bagi orang yang ingin menyembuhkan sakit lewat membugarkan tubuh.

Setelah itu bisa seminggu sekali. Lalu sesekali. Paket 10 kali infus itu hanya Rp 10 juta.

Prof Sutiman sudah pensiun sebagai guru besar, tetapi dia tidak bisa pensiun dari ilmuwan. Peneliti. Pembina. Pengajar. Pengabdi bidang sosial.

Terakhir Prof Sutiman masih mendirikan lembaga molekul Indonesia.

Hidup itu kompleks. Tidak linier. Problem kehidupan tidak bisa diselesaikan oleh cara berpikir linier.(*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jaksa Terdakwa


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler