jpnn.com, SEMARANG - Pemprov Jateng berkomitmen akan memberikan honor Guru Tidak Tetap (GTT) sesuai dengan upah minimum kabupaten (UMK) di masing-masing daerah. Langkah tersebut sebagai upaya agar kesejahteraan guru meningkat. Sehingga guru bisa fokus untuk mendidik dan mencerdaskan generasi muda di Jateng.
"Untuk GTT, honor yang diberikan sesuai dengan UMK di masing-masing kabupaten/ kota," kata Sekda Provinsi Jawa Tengah Sri Puryono dalam paripurna dengan agenda Tanggapan Gubernur atas Pandangan Umum Fraksi dan Pendapat Banggar terhadap Raperda APBD 2019, Senin (26/11).
BACA JUGA: Ada 40 Ribu GTT yang Butuh Perhatian Pemerintah
Ia mengatakan, masalah kemiskinan, pengangguran, tenaga kerja, perekonomian, pendidikan, kesehatan, dan sosial masih terus menjadi perioritas yang harus diselesaikan. Anggaran pendidikan difokuskan untuk peningkatan kompetensi guru, sarpras (sarana dan prasarana) sekolah, dan peningkatan mutu pendidikan.
"Sektor pendidikan dan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) akan terus digenjot. Itu untuk menuju Jateng semakin baik," tambahnya.
BACA JUGA: Gaji Tak Layak, Banyak Guru Tidak Tetap Digugat Cerai
Salah satu guru tidak tetap (GTT) di salah satu SMP Negeri di Demak, sebut saja Muntari, menyambut baik komitmen pemprov yang akan lebih menyejahterakan para GTT dengan memberikan honor sesuai UMK setempat. Namun ia menilai, itu hanya GTT di bawah kewenangan provinsi, yakni GTT yang mengabdi di SMA/SMK negeri. Namun nasib GTT di bawah naungan kabupaten/kota seperti dirinya sangat memprihatinkan.
“Saya jadi GTT sudah 19 tahun, sejak 1999 di SD negeri, lalu sejak 2005 menjadi GTT mapel PAI di SMP negeri hingga sekarang, honor saya Rp 825 ribu per bulan. Setelah dipotong iuran keluarga, dhama wanita dan koperasi, yang saya terima tinggal Rp 598 ribu. Terpaut jauh banget dengan UMK Demak,” keluhnya.
BACA JUGA: Mardani Usul Gaji Guru Rp 20 Juta, Fadli: Lihat APBN Dulu
Ia mengakui, syarat mengajar 24 jam seminggu dan gelar sarjana harus linear dengan mapel yang diajarkan, menjadi kendala setiap GTT dalam mendapatkan honor yang lebih. “Saya mengajar PAI hanya 9 jam per minggu. Satu jamnya dihargai Rp 35 ribu. Dulu pernah mengajar 24 jam, tapi sekarang kalah dengan guru PNS,’ katanya.
Untuk mendapatkan sertifikasi, dirinya juga terkendala, lantaran tidak bisa mengikuti PLPG (Pendidikan dan Latihan Profesi Guru). Sebab, syarat untuk bisa mengikuti PLPG harus melampirkan SK sebagai GTT dari Bupati Demak M Natsir.
“Di Demak ada GTT mapel PAI sekitar 120 orang. Dulu zaman Bupati Demak Dachirin Said (almarhum) ada yang dapat SK, sehingga bisa mengikuti PLPG dan memperoleh sertifikasi. Tapi, entah mengapa kok sekarang bupati tidak mau mengeluarkan SK. Padahal di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga dan Kabupaten Grobogan, bupati dan wali kotanya mau mengeluarkan SK GTT,” keluh ibu dua anak ini.
Agar kesejahteraan GTT di kabupaten/kota benar-benar terwujud, Muntari berharap aturan 24 jam mengajar bagi GTT diperingan. Misalnya, menjadi 18 jam. Selain itu, tidak harus linear. “Sekarang saya mengajar 9 jam per minggu, nanti bisa cari sekolah lain buat nambah kekurangan 9 jam,”katanya. (fth/sga/aro)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sekitar 3 Ribu Guru Swasta Belum Terdaftar
Redaktur & Reporter : Soetomo