jpnn.com, YANGON - Pemerintah Bangladesh tak mau menerima tambahan pengungsi Rohingya dari Negara Bagian Rakhine, Myanmar. Sejak Senin, ada 550 orang etnis Rohingya yang dikembalikan ke Myanmar atau diusir sebelum mereka mendarat di Bangladesh.
Bangladesh selama ini selalu menjadi tujuan pertama etnis Rohingya ketika terjadi konflik di Rakhine. Namun, pemerintah setempat juga terkesan setengah hati membantu.
BACA JUGA: Ribuan Rumah Rohingya Terbakar, Militer Myanmar Tuding ARSA
Mereka beralasan kewalahan menampung para pengungsi itu. Sejak konflik di Rakhine terjadi pada awal 1990-an, Bangladesh menerima 400 ribu pengungsi Rohingya.
Meski Bangladesh ogah menerima, diperkirakan sekitar 5 ribu orang pengungsi berhasil masuk ke negara yang berbatasan langsung dengan Myanmar itu sejak situasi di Rakhine kembali memanas akhir pekan lalu.
BACA JUGA: Ustaz Jazuli Menginterupsi Rapat Paripurna demi Membela Rohingya
Namun, kondisi mereka saat ini tak lebih baik dari di rumah. Karena tidak diterima di kamp-kamp pengungsian, sebagian besar pengungsi Rohingya mendirikan tenda seadanya di area yang belum pernah dihuni sebelumnya.
Alih-alih mati tertembus peluru Myanmar, mereka kini satu per satu tewas karena sakit. Setidaknya, ada enam orang yang dikonfirmasi sakit hingga berujung kehilangan nyawa setelah sampai di Bangladesh.
BACA JUGA: Hentikan Kejahatan Kemanusiaan di Rohingya
”Ini disebabkan karena mereka terkatung-katung di perbatasan sebelum bisa masuk (Bangladesh, Red). Mayoritas perempuan dan anak-anak,” ungkap salah seorang relawan yang tidak mau namanya disebutkan. Menurut dia, masih banyak pengungsi yang sakit. Dibutuhkan aksi cepat untuk mengatasinya.
Sekjen PBB Antonio Guterres sudah meminta Bangladesh menerima etnis Rohingya yang mencari suaka. Sebab, mayoritas pengungsi adalah perempuan dan anak-anak. Bahkan, sebagian terluka.
Dia pun menyatakan bahwa PBB siap memberikan semua bantuan yang diperlukan untuk Bangladesh maupun Myanmar. Sayang, seruan itu tak terlalu digubris.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rudal Korut Akan Jadi Pembahasan di PBB
Redaktur & Reporter : Adil