Nasib Tragis Amar Abdullah, Korban Penganiayaan yang Malah Ditahan

Dipukul hingga Bola Mata Hampir Keluar

Jumat, 06 Januari 2012 – 00:49 WIB
Amar Abdullah, tersangka kasus perbuatan tidak menyenangkan yang mata kanannya buta, saat ditemui Akhmad Muthosim, pengacara yang sukarela mendampinya, di Rutan Cipinang, Selasa (3/1). Foto: Agung Putu Iskandar/Jawa Pos

Kisah Amar Abdullah ini bak pepatah sudah jatuh, tertimpa tangga. Dia menjadi korban pemukulan hingga bola mata kanannya hampir copot. Sudah begitu, dia ditahan karena dilaporkan oleh si pemukul dengan tuduhan perbuatan tidak menyenangkan.
      
AGUNG PUTU ISKANDAR, Jakarta
      
RAUT wajah Amar Abdullah muram. Wajahnya menunjukkan kesedihan mendalam. Lelaki 38 tahun itu tidak bisa menyembunyikan kegundahan jiwanya karena kehilangan mata sebelah kanan. Dia pun masih harus meringkuk di balik terali besi gara-gara persoalan sepele.

Amar ditemui Jawa Pos di salah satu hall Rutan Cipinang, Jakarta Timur, bersama istrinya, Sri Hayati Safitri, dan tim pengacara. Tim tersebut terdiri atas Akhmad Muthosim dan Ali Alwin Al Gaiti dari Firma Hukum Jurnalis serta Ponto dan Wahyudi dari Kantor Hukum Yuherman dan Partner. Para advokat itu mendampingi Amar secara prodeo alias gratis.

Selain empat advokat tersebut, lebih dari lima pengacara lagi ikut membekingi Amar. Mereka bukan pengacara ecek-ecek. Muthosim dan Ali Alwin, misalnya, pernah disewa PT Lapindo Brantas untuk menangani kasus perusahaan tersebut di Jawa Timur. Mulai kasus pidana hingga ganti rugi tanah.

Saat ditemui, penampilan Amar sangat kontras. Mengenakan kaus oblong dan celana training, badannya terlihat segar dan tegap. Kondisi berbeda terlihat pada sepasang mata Amar. Dua mata lelaki kelahiran Medan tersebut tampak tidak simetris.

Mata sebelah kanan membuka dengan tidak sempurna. Hanya separo. Begitu dilihat lebih cermat, retina yang seharusnya berwarna putih tampak merah keruh.

"Kalau mata saya yang kiri saya tutup, saya tidak bisa melihat apa-apa. Yang ada hanya gelap," katanya dengan suara pelan.

Lelaki yang bekerja sebagai instruktur fitness itu kini hanya mengandalkan mata kiri untuk melihat. Mata kanannya sama sekali tidak berfungsi. Kalaupun dipaksa dengan disorotkannya senter dalam jarak dekat, yang terlihat hanya kerlip-kerlip kuning seperti kembang api.

Peristiwa yang merenggut separo penglihatan Amar itu terjadi pada 11 Juli 2011. Sekitar pukul 14.30, dia berangkat bekerja di pusat kebugaran Platinium di kawasan Matraman, Jakarta Timur. Dia berjalan di antara gang-gang kecil perkampungan di Jalan Kayu Manis, Matraman.

Nah, saat Amar melintas di depan rumah Fenly Tumbuan, anjing Fenly tiba-tiba menyalak. Amar terkesiap dan kaget bukan kepalang. Karena refleks, dia menendang pintu rumah Fenly.

Saat itu, papar Amar, pintu pagar Fenly memang agak terbuka. Daun pintunya mengarah ke jalan gang. "Saya refleks saja karena kaget ada anjing menggonggong," ungkap dia.

Tendangan Amar ke pagar, rupanya, sangat keras. Suaranya membuat seisi rumah Fenly kaget. Tiona Pangaribuan, istri Fenly, langsung keluar rumah karena penasaran. Begitu melihat Amar ngeloyor pergi, Tiona meminta Amar berhenti. "Kalau punya anjing, diikat dong," ucap Amar, yang lantas melanjutkan perjalanan menuju tempat kerja kala itu.

Tiona pun melapor kepada Fenly. Tak lama kemudian, Fenly membuntuti Amar. Saat berjalan, Amar melihat Fenly memainkan tangan seperti hendak memukul. Baru ketika sampai di sebuah gang kosong, Amar memberanikan diri untuk berbalik dan bertanya kepada Fenly.

"Mau apa kamu? Saya mau berangkat kerja. Jangan ikuti saya," kata Amar kepada Fenly. Fenly tiba-tiba membalik tubuhnya. Dia seperti memasang sesuatu di jari-jarinya. Sejurus kemudian, Fenly menyerbu dan memukul Amar tepat di bola mata secara membabi buta.

Amar lantas kolaps. Dia tak bisa melihat Fenly dengan jelas. Fenly lantas meninggalkan Amar yang sudah tak berdaya. "Saya memaksakan mata kiri saya untuk melihat, lalu menelepon saudara saya untuk menjemput saya," tutur Amar.

Amar kemudian dibawa ke salah satu klinik di Matraman. Tetapi, klinik menolak dan merekomendasikan Amar dibawa ke Rumah Sakit Persahabatan di Jakarta Timur. Rumah sakit menolak karena peralatan tidak memadai. Mereka meminta Amar ditangani langsung oleh dokter di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).

Sebelum sampai di RSCM, Amar menyempatkan diri melapor ke Polsek Matraman. Tak disangka, di tempat yang sama Fenly sudah melaporkan Amar dengan pidana perbuatan tidak menyenangkan.

Saat itu, polisi yang piket menanyakan penyebab mata kanan Amar terluka parah. "Dia yang bikin saya begini," ucap Amar, yang lantas melaporkan Fenly dengan tuduhan penganiayaan berat.

Setelah membuat laporan di Polsek Matraman, Amar menuju Instalasi Rawat Darurat (IRD) RSCM untuk mendapat perawatan darurat sekaligus visum. Mata kanan Amar tak terselamatkan. Dokter menyatakan bahwa retina Amar robek dan hampir lepas dari kelopak mata. Lensa mata Amar juga sudah rusak.

"Dokter bilang akan melakukan operasi. Tapi, mereka tidak bisa menjamin bahwa dia bisa melihat lagi. Operasi itu hanya dilakukan agar mata tidak terinfeksi dan meletakkan kembali bola matanya," kata Sri Hayati Safitri, istri Amar yang biasa dipanggil Neneng.

Amar mendapat enam jahitan di mata kanan. Rasa sakit yang dia rasakan begitu parah. Beberapa hari pascaoperasi, dia bolak-balik terbangun dari tidur di tengah malam. Neneng menambahkan, Amar kadang mengigau dan berteriak.

"Katanya, tolong, ada ulat di mata saya. Ulatnya bergerak-gerak," tutur Neneng, menirukan igauan Amar.

Selama beberapa minggu setelah operasi, hampir setiap hari Amar mengigau di tengah malam. Neneng sangat sedih dan memikirkan kondisi suaminya. Selain menahan sakit, Amar berkali-kali menyesalkan mengapa dia sampai harus kehilangan mata.

Padahal, saat itu Neneng mengandung. Sudah tiga bulan dia tidak haid. "Lima hari setelah operasi suami, saya merasakan sakit perut yang luar biasa. Saya mengalami keguguran karena memikirkan dia," ungkap dia.

Cobaan bagi keluarga kecil yang belum dikaruniai anak itu belum berakhir. Dengan hanya satu mata, Amar tidak lagi bisa bekerja untuk menghidupi keluarga. Dia lebih banyak beristirahat untuk memulihkan mental dan kondisi pascaoperasi.

"Pemilik tempat kebugaran sebenarnya enak, sih. Kapan saja saya bisa masuk kerja," papar Amar.

Rupanya, pada saat yang sama, laporan perbuatan tidak menyenangkan dan penganiayaan terus berjalan. Fenly kemudian divonis penjara 2,5 tahun oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Nah, saat kasus perbuatan tidak menyenangkan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, tepatnya pada 7 Desember 2011, jaksa menahan Amar di Rutan Cipinang. Alasannya, Amar bisa kabur dan melenyapkan barang bukti. Padahal, ancaman penjara pidana perbuatan tidak menyenangkan jauh di bawah lima tahun. Lagi pula, Amar memiliki tempat tinggal dan keluarga yang jelas.

"Penahanan itu menyakiti rasa keadilan masyarakat," ungkap Muthosim, pengacara gratisan yang mendampingi Amar.

Muthosim mengatakan, jaksa benar-benar tidak memiliki rasa keadilan. Seharusnya, Amar menjalani perawatan mata pascaoperasi. Dia juga harus bekerja untuk menafkahi keluarga.

Tetapi, jaksa malah memilih menahan Amar. "Saat kasus masih di polisi, dia tidak ditahan. Ini, jaksa kenapa kok malah menahan tersangka hanya gara-gara pasal karet," tutur dia.

Muthosim menambahkan, jika menjadi tersangka kasus korupsi miliaran rupiah, boleh saja Amar ditahan. Sebab, dia bisa melenyapkan barang bukti. Tetapi, Amar hanyalah tersangka kasus pasal yang tidak jelas. Lagi pula, banyak juga tersangka kasus korupsi yang tidak ditahan.

Hal senada diungkapkan oleh Wahyudi, pengacara lain. Logika hukum jaksa, papar dia, seperti tidak berjalan terhadap Amar. "Itu sangat memalukan. Pengadilan itu tempat orang memperoleh keadilan, bukan untuk menghukum," tegasnya.

Sayang, korps Adhyaksa menutup mata terhadap kasus tersebut. Kasipidum Kejaksaan Negeri Jakarta Timur Ilyas yang dihubungi koran ini berkali-kali tidak mengangkat teleponnya. Pesan pendek yang dikirim juga tidak berbalas. "Kami berharap, hakim menangguhkan penahanan Amar," ujar Muthosim. (*/c11/ca)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Suwarni, Survivor Kanker Payudara yang Sembuh Total berkat Alat Ciptaan sang Adik


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler