Natalius Pigai & Ganjar Pranowo

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Rabu, 06 Oktober 2021 – 10:34 WIB
Ganjar Pranowo. Foto: Ricardo

jpnn.com - Natalius Pigai dan rasisme menjadi isu yang ramai lagi. Beberapa waktu yang lalu Pigai dianggap menjadi korban rasisme ketika diolok-olok oleh aktivis media sosial, Permadi Arya alias Abu Janda.

Kali ini, giliran Pigai yang dianggap rasis karena cuitannya terhadap 'orang Jawa Tengah' Jokowi dan Ganjar Pranowo.

BACA JUGA: Ferdinand Sebut Twit Pigai soal Pak Jokowi dan Mas Ganjar Sudah di Luar Batas

Natalius Pigai, mantan anggota Komnas HAM, memang selama ini vokal terhadap kekuasaan. Kali ini cuitannya pada Sabtu (2/10) cukup tajam, ‘’Jangan percaya orang Jawa Tengah Jokowi & Ganjar. Mereka merampok kekayaan kita, mereka bunuh rakyat Papua, injak-injak harga diri bangsa Papua dengan kata-kata rendahan rasis, monyet & sampah. Kami bukan rendahan. Kita lawan ketidakadilan sampai titik darah penghabisan. Saya penentang ketidakadilan’’.

Cuitan ini diunggah bertepatan dengan pembukaan Pekan Olahraga Nasional (PON) di Papua oleh Presiden Jokowi.

BACA JUGA: Ganjar Pranowo: Papua, I Love You Full

Hampir semua elite politik nasional hadir dalam perhelatan itu. Gubernur dari berbagai daerah juga hadir, termasuk Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Cuitan tajam itu memantik reaksi keras dari banyak netizen. Ada yang menyebutnya sebagai cuitan rasis. Ada yang menuding Pigai punya motif politik di balik cuitan itu.

BACA JUGA: Leher Ganjar Pranowo Dipenuhi Noken, Semua dari Penggemarnya

Ada yang menuding Pigai di-remote oleh Puan Maharani untuk menghajar Jokowi dan Ganjar. Ada pula yang melaporkan Pigai ke polisi atas dugaan rasisme dan ujaran kebencian.

Cuitan ini diunggah tepat saat masyarakat Indonesia sedang fokus ke Papua karena perhelatan PON. Ini bukan perhelatan PON biasa. Ini adalah perhelatan PON luar biasa, bukan sekadar perhelatan olahraga, tetapi sarat dengan aroma politik.

Lebih dari Rp 6 triliun digelontorkan untuk pembangunan sarana dan prasarana olahraga. Stadion Lukas Enembe di ibu kota Jayapura tempat upacara pembukaan digelar, disebut-sebut sebagai stadion termegah di Asia Pasifik.

Berbagai fasilitas olahraga dengan standar internasional juga dibangun di Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Mimika, yang menjadi pusat gelaran PON.

Perhelatan PON menjadi kampanye public relation yang efektif untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Papua adalah bagian integral dari Indonesia. Ajang ini menjadi kampanye untuk menepis isu ketertinggalan pembangunan di Papua.

Perhelatan ini menjadi pameran bahwa Papua juga mampu menjadi tuan rumah perhelatan besar, level nasional maupun internasional.

Seperti biasa, Jokowi dengan cerdik memanfaatkan momen ini untuk menunjukkan citra kedekatannya dengan rakyat. Jokowi bermain sepak bola dalam pesta pembukaan. Jokowi juga turun ke pasar rakyat dan membeli jajanan jagung rebus, dan memakannya dengan santai.

Ganjar Pranowo juga menjadi sorotan tersendiri. Ia banyak disambut oleh warga yang mengenalinya. Banyak yang mengajaknya selfie. Ada pula sekelompok mahasiswa yang secara khusus mengundang Ganjar untuk berdiskusi.

Dalam hal memainkan momentum untuk menampilkan citra diri, Ganjar memang tidak kalah dari Jokowi. Dua orang itu pandai memanfaatkan kesempatan untuk mengerek citra. Dua orang itu bisa tampil secara natural dalam berbagai kesempatan sehingga terlihat spontan.

Ganjar, tentu, sangat berhati-hati jangan sampai terkena semprit lagi. Dia sudah terkena kartu kuning dari PDIP karena dianggap berambisi menjadi capres 2024. Dia juga sudah kena warning, kalau sampai melanggar lagi langsung akan kena kartu merah.

Namun, popularitas Ganjar memang lagi naik. Ia menjadi perhatian publik di mana pun. Ia juga menjadi media darling di mana pun. Inilah yang membuat PDIP kesal, karena gerakan Ganjar ini bisa menghancurkan skenario PDIP yang ingin memunculkan Puan Maharani di pilpres 2024.

Puan Maharani juga ikut hadir dalam perhelatan pembukaan PON. Puan juga ikut dalam rombongan Jokowi ketika turun ke pasar rakyat. Namun, seperti biasanya, Puan tidak bisa menarik perhatian publik. Puan juga tidak bisa menarik liputan dari media lokal dan nasional.

Persaingan diam-diam Ganjar vs Puan ini seperti perang dingin. Keduanya berpacu dengan waktu untuk merebut tiket pilpres 2024. Puan, sudah punya tiket PDIP di tangan.

Namun, Ganjar adalah kuda hitam yang setiap saat bisa muncul menjadi calon alternatif. Puan boleh saja menjadi pilihan PDIP, tetapi Ganjar menjadi favorit Jokowi.

Jokowi tidak pernah menunjukkan isyarat yang konkret mengenai preferensinya. Namun, politik adalah masalah simbol dan gesture. Dari berbagai simbol dan gesture itulah publik bisa menyimpulkan kepada siapa preferensi Jokowi akan berlabuh.

Penyebutan nama Jokowi dan Ganjar dalam cuitan Pigai itu bisa dilihat dalam konteks ini. Secara tidak langsung Pigai menunjukkan bahwa Jokowi dan Ganjar adalah dua serangkai yang menjadi satu. Ganjar dianggap akan menjadi penerus Jokowi.

Karena itu, ketika Pigai menjatuhkan bom cuitan itu, ada sebagian orang yang memaknainya sebagai bom politik. Cuitan Pigai, selain dianggap mengandung rasisme, juga dianggap punya motif politik. Cuitan itu dinilai mendegradasikan Jokowi dan Ganjar, dan secara tidak langsung menguntungkan Puan. Itulah sebabnya muncul tudingan Pigai telah di-remote oleh PDIP.

Pigai menepis semua tudingan itu. Ia membantah dirinya bersikap rasis. Ia membantah punya motif politik di balik cuitan itu. Pigai menyatakan bahwa dia melakukannya karena ingin membela rakyat Papua dari ketidakadilan dan diskriminasi.

Pigai memang tidak menyebut secara eksplisit supaya rakyat Papua jangan memilih Ganjar pada pilpres 2024 nanti. Namun, semantik cuitan itu menyiratkan pesan supaya rakyat Papua jangan memilih Ganjar, kalau tidak mau terus-menerus diperlakukan secara tidak adil dan diskriminatif.

Beberapa waktu yang lalu, Giring Nidji secara terbuka menyerang Anies Baswedan, dan mengatakan dengan terus terang jangan sampai Indonesia jatuh ke tangan Anies Baswedan pada pilpres 2024. Sikap Giring dikecam keras oleh banyak orang.

Pernyataan Giring dengan Pigai beda, tetapi konteksnya sama-sama mengacu pada kontestasi pilpres 2024. Anies dan Ganjar dianggap punya peluang yang sama-sama besar. Karena itu, wajar saja kalau ada pihak yang ingin mengganjal dan menjegal.

Pigai tidak terang-terangan mengganjal dan menjegal Ganjar. Namun, mengasosiasikan Jokowi dan Ganjar dengan ketidakadilan dan diskriminasi terhadap masyarakat Papua, bisa dianggap sebagai upaya mendegradasikan Jokowi-Ganjar.

Penyebutan atribusi ‘’orang Jawa Tengah’’ terhadap Jokowi dan Ganjar menjadi labelling atau stereotyping yang bisa menyinggung perasaan. Apalagi kemudian di kalimat berikutnya disebutkan ‘’Mereka merampok kekayaan kita, mereka bunuh rakyat Papua, injak-injak harga diri bangsa Papua’’. Penyebutan ‘’mereka’’ bisa saja diasosiasikan kepada Jokowi dan Ganjar.

Pigai menegaskan dia tidak bertindak rasisme terhadap orang Jawa Tengah maupun Jokowi dan Ganjar. Pigai ingin membela warga Papua dari ketidakadilan. Selama puluhan tahun warga Papua menjadi korban (victim) ketidakadilan.

Pembelaan Pigai terhadap ketidakadilan yang dialami warganya malah dipolitisasi dan dituding sebagai sikap rasis. Pigai sedang mengalami 'victimization of victim', korban yang dikorbankan. Selama ini dia sudah menjadi korban, tetapi malah akan dikorbankan lagi dengan tuduhan rasisme.

Papua adalah api dalam sekam. Papua adalah padang rumput ilalang kering yang setiap saat bisa terbakar. Pemerintah menggelontorkan triliunan rupiah dalam perhelatan PON untuk menunjukkan bahwa tidak ada diskriminasi atau tindakan rasisme terhadap warga Papua.

Ritual public relation dan pencitraan semacam ini tidak cukup untuk bisa menyelesaikan masalah yang sudah terpendam puluhan tahun.

Salah handle terhadap kasus cuitan Pigai akan memperdalam rasa ketidakadilan, dan bisa menjadi api yang membakar padang ilalang. (*)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur : Adek
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler