Neneng Kunci Kasus Hambalang

KPK Bakal Fokus Telusuri Aliran Dana

Minggu, 17 Juni 2012 – 07:09 WIB
Foto Neneng Sri Wahyuni di Interpol.

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menyia-nyiakan tertangkapnya tersangka korupsi proyek PLTS di Kemenakertrans Neneng Sri Wahyuni. Komisi antibodi yang dipimpin Abraham Samad itu akan menggunakan keterangan Neneng dalam mendalami kasus-kasus lain yang melibatkan perusahaan Permai Group milik suaminya, M. Nazaruddin.

Peran Neneng dalam perusahaan itu memang sangat vital. Sebagai seorang istri, dia menduduki jabatan direktur keuangan Permai Group. Dalam sidang wisma atlet, mantan Wakil Direktur Keuangan Permai Group Yulianis mengatakan, Neneng adalah orang yang berwenang menentukan pengeluaran dan pemasukan uang perusahaan.

Bahkan, Yulianis mengungkapkan bahwa perempuan kelahiran Pekanbaru, 15 Februari 1982, itu mengendalikan uang hasil seluruh proyek yang diikuti perusahaan. Hasilnya, pundi-pundi tersebut lantas disimpan di sebuah brankas X yang kuncinya hanya dipegang Neneng.

Dengan perannya di perusahaan, keterangan Neneng pun dinilai sangat penting oleh KPK. Apalagi jika KPK hendak menelusuri ke mana saja aliran dana perusahaan itu masuk ke kantong-kantong pihak lain. 

Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, penyidik tidak menutup kemungkinan memeriksa Neneng untuk penanganan kasus lain. ”Itu sangat mungkin (memeriksa Neneng, Red). Bisa dalam pengembangan kasus wisma atlet atau bahkan kasus (dugaan korupsi pembangunan proyek sport center) Hambalang,” terang dia.

Namun, Johan mengakui belum tahu kapan Neneng akan diperiksa lebih lanjut. Yang jelas, dalam waktu dekat ini perempuan yang kini menjadi penghuni Rutan KPK itu terlebih dulu diperiksa terkait kasus PLTS yang kini sedang membelitnya. Kata Johan, mungkin pekan depan Neneng sudah mulai diperiksa sebagai tersangka.

Kasus pengadaan dan supervisi PLTS di Kemenakertrans pada 2008 tersebut sebelumnya menetapkan mantan Kasubbag Tata Usaha dan Direktorat Sarana serta Prasarana Kemenakertrans Timas Ginting sebagai tersangka. Timas diduga menyalahgunakan wewenangnya menyetujui pembayaran pekerjaan supervisi PLTS kepada perusahaan rekanan.

PT Alfindo dan PT Mahkota Negara merupakan rekanan dalam proyek itu. PT Mahkota Negara adalah perusahaan milik Nazaruddin di bawah induk perusahaan Permai Group, sedangkan PT Alfindo diduga dipinjam benderanya oleh Nazaruddin. Karena kongkalikong antara Neneng dan pemilik proyek, negara diduga rugi sekitar Rp 3,8 miliar.

Disinggung soal kasus Hambalang, Johan mengatakan, hingga kini pihaknya masih melakukan pendalaman penyelidikan. Tim penyelidik saat ini sudah diperkuat penyidik dan penuntut KPK. ”Mereka kini sedang bekerja keras mengumpulkan bukti dan keterangan yang dirasa masih harus dilengkapi,” imbuh Johan.

Jumat pekan depan (22/6) rencananya tim dan seluruh pimpinan kembali berkumpul untuk gelar perkara menentukan nasib kasus proyek yang memakan anggaran mencapai Rp 1,2 triliun itu. ”Kalau sudah ada dua alat bukti yang meyakinkan adanya tindak pidana korupsi, kasus tersebut akan naik ke penyidikan,” jelasnya.

Jika benar-benar ke penyidikan, saat itu pula KPK akan mengumumkan siapa tersangka pertama kasus Hambalang. Namun, jika pimpinan memutuskan bahwa alat buktinya kurang, kasus Hambalang masih harus diselidiki tanpa ada orang berstatus tersangka. Nah, bisa jadi keterangan Neneng digunakan dalam penyelidikan maupun jika nanti sudah dinaikkan ke penyidikan.

Menurut Johan, penyelidikan kasus Hambalang mengalami kemajuan. Saat ini ada tiga hal yang didalami penyelidik dalam menuntaskan kasus itu. Yakni, KPK tengah menelisik apakah proses pengadaan proyek tersebut sudah sesuai dengan aturan, kedua apakah ada penyalahgunaan wewenang, dan apakah ada aliran dana yang menyimpang dalam proyek itu.

Nah, berdasar informasi yang dikumpulkan, kini KPK mendalami apakah benar dugaan aliran dana dari proyek Hambalang mengalir ke kongres Partai Demokrat (PD) di Bandung pada 2010. Beberapa waktu lalu KPK memang memanggil Ketua DPC PD Boalemo, Gorontalo, Ismiyati Saidi. Dia pun membenarkan adanya money politics untuk memenangkan Anas Urbaningrum sebagai ketua umum PD.

Sementara itu, Junimart Girsang, kuasa hukum Neneng, mengatakan bahwa masalah tiga anak Nazaruddin-Neneng yang masih berada di Malaysia memang menjadi kegalauan kliennya. Menurut dia, pihak kuasa hukum saat ini sedang mencari cara bagaimana memulangkan tiga anak Neneng tersebut dari negeri jiran.

Anak pertama Neneng berumur 4,5 tahun, yang kedua 3 tahun, sedangkan si bungsu baru berusia 1 tahun. ”Masih kami diskusikan bagaimana teknis pemulangan anak-anak. Kasihan mereka kalau terpisah dari orang tuanya,” tutur Junimart.

Saat Neneng ditangkap, KPK memang memastikan perempuan tersebut tidak bersama ketiga anaknya. Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan, anak-anak Neneng memang masih berada di Kuala Lumpur bersama seorang pengasuh.

Johan pun menambahkan, pemulangan anak Neneng bukanlah urusan KPK. Bahkan, kata dia, penyidik justru masih terus mendalami apakah ada keterlibatan pihak-pihak lain yang menghalang-halangi proses hukum Neneng selain dua warga negara Malaysia yang sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Kata Johan, penelusuran itu akan dilakukan dengan memeriksa Neneng dan dua warga Malaysia yang sebelumnya sudah ditahan di tahanan Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Timur. Nah, jika nanti memang ada keterlibatan pihak-pihak lain, KPK tidak akan ragu menindaknya. ”Jadi, selain mengembangkan kasus korupsinya, kami mengembangkan pasal 21 (menghalang-halangi penyidikan),” imbuh pria yang pernah mencalonkan diri sebagai pimpinan KPK tersebut. (kuh/c9/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... IPW Tolak Penguatan Densus 88 di Papua


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler