Neraca Indonesia-Tiongkok Defisit

Selasa, 03 Januari 2012 – 09:18 WIB

JAKARTA – Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, neraca perdagangan nonmigas Indonesia dengan Tiongkok yang untuk pertama kalinya mencatat surplus sebesar USD 106,9 juta pada Oktober 2011 kembali defisit di November 2011. BPS mencatat, November 2011 nilai ekspor nonmigas ke Tiongkok USD 2,31 miliar, sementara impor nonmigas dari negara itu mencapai USD 2,43 miliar sehingga ada defisit USD 122,1 juta dalam neraca perdagangan Indonesia dengan Tiongkok.

“Pada Oktober lalu untuk kali pertama surplus, tapi November ini sudah defisit lagi,” ujar Djamal, Deputi Kepala BPS Bidang Statistik Distribusi dan Jasa di Jakarta, Senin (2/1).

Surplus perdagangan Indonesia dengan Tiongkok pada Oktober 2011 utamanya disumbang oleh peningkatan bermakna ekspor beberapa komoditas seperti batu bara dan barang hasil tambang lain serta hasil kelapa sawit.

Pada Oktober 2011, ekspor minyak kernel kelapa sawit mentah ke Tiongkok tercatat naik hingga 434 persen dari bulan sebelumnya menjadi USD 20,85 juta. Ekspor beberapa produk batubara seperti batubara untuk memasak naik 25,80 persen menjadi USD 144,84 juta dan selain batubara untuk memasak naik 26,35 persen jadi USD 229,78 juta.

Bulan November 2011, BPS tidak mencatat adanya ekspor jenis-jenis batubara tersebut ke Tiongkok, juga produk minyak kernel kelapa sawit mentah yang pada Oktober meningkat tajam. Neraca perdagangan Indonesia dengan Tiongkok tercatat mulai defisit tahun 2008 dan kondisi tersebut terus bertahan hingga tahun 2010.

Selama Januari-September tahun 2011 neraca perdagangan dengan negeri tirai bambu itu tercatat masih defisit. BPS baru mencatat penyusutan defisit neraca perdagangan dengan Tiongkok akibat peningkatan pertumbuhan ekspor ke negara itu pada bulan Juni 2011.

BPS kemarin juga mengumumkan laju inflasi selama Januari hingga Desember 2011 hanya 3,79 persen, jauh lebih rendah dibanding 2010 yang mencapai 6,96 persen. Jenis barang dan jasa yang dominan menyumbang inflasi utamanya beras yang mengkontribusi 0,54 persen, emas perhiasan 0,34 persen, rokok kretek filter 0,22 persen, dan tarif sewa rumah 0,21 persen.

Selain itu, inflasi juga disumbangkan oleh tarif angkutan udara 0,19 persen, ikan segar 0,18 persen, uang sekolah SLTA 0,10 persen, tarif kontrak rumah 0,09 persen dan nasi dengan lauk 0,08 persen. “Dilihat dari besarnya sumbangan atau andil inflasi, kelompok bahan makanan merupakan penyumbang terbesar pada 2011 diikuti kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau,” kata Pelaksana tugas Kepala BPS, Suryamin.

Dengan demikian, laju inflasi pada 2011 jauh dibawah asumsi yang ditetapkan pemerintah dalam APBN Perubahan sebesar 5,65 persen. Suryamin menjelaskkan inflasi tertinggi pada 2011 terjadi pada Agustus sebesar 0,93 persen karena adanya kenaikan emas perhiasan, ikan segar, beras dan tarif angkutan udara. Sementara, deflasi tertinggi terjadi pada Maret 0,32 persen dengan komoditas yang dominan penyumbang deflasi yaitu cabai merah, beras, cabai rawit dan bawang merah. (lum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bapepam-LK Tak Urusi Penjatahan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler