Program Beasiswa New Colombo Plan (NCP) baru saja diluncurkan di Yogyakarta. Tahun ini, NCP memfasilitasi tiga mahasiswa Australia untuk belajar di Indonesia selama satu tahun.
The Australian Consortium of ‘In-Country’ Indonesian Studies (ACICIS) bekerjasama dengan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan Kedutaan Besar Australia di Jakarta pada (17/10) menggelar resepsi peluncuran program NCP yang digagas Pemerintah Australia.
BACA JUGA: Kematian Mayang: Transgender Rentan Jadi Korban Kekerasan
Lewat program pengiriman mahasiswa ke Asia ini, Pemerintahan Tony Abbott menggelontorkan dana senilai 100 juta dolar selama 5 tahun yang bisa digunakan untuk mengikuti program semester, program ‘short course’, program pembimbingan dan program magang di empat lokasi, yakni Indonesia, Singapura, Jepang dan Hongkong.
BACA JUGA: Serangan Udara Australia Sasar Fasilitas Pendukung ISIS
Tahun ini, para peraih beasiswa NCP adalah Tess Harwood dari Australian National University, Kara Menzies dari La Trobe University, dan Emma Roberts dari University of the Sunshine Coast. Selain melalui proses seleksi yang sangat ketat, ketiganya memiliki kecakapan akademis, bakat serta potensi yang luar biasa.
Kara, Tess, dan Emma juga menunjukkan ketertarikan yang tinggi dalam upaya mempererat hubungan antara Indonesia dan Australia.
BACA JUGA: 12 Warga Australia Berada di Garis Depan Perangi Ebola
NCP memang diberikan untuk meningkatkan pertukaran pendidikan dan kebudayaan di antara kedua negara.
Pentingnya pertukaran pemuda bagi hubungan bilateral Indonesia-Australia
Menurut David Hill dari ACICIS, kesalahfahaman yang selama ini terjadi antara Indonesia dan Australia sebenarnya bisa dicegah melalui semangat pertukaran pemuda yang diusung NCP.
“Saya kira kesalahfahaman itu merupakan sesuatu yang alamiah dan wajar kalau terjadi sekali-sekali. Antara Australia, Inggris, dan Amerika saja belum tentu sejalan kebijakannya. Tapi yang harus diutamakan adalah mendorong anak muda kita ini diberikan kesempatan untuk mengalami seperti apa kehidupan masyarakat tetangganya itu,” tuturnya kepada Nurina Savitri dari ABC Intrenasional di Jakarta.
Ia lantas mengungkapkan bahwa program pengiriman pemuda, layaknya NCP, memberi suatu pengalaman langsung kepada anak-anak muda Australia seperti apa kehidupan di negara tetangganya, Indonesia misalnya.
“Karena kalau ikut bergaul dengan masyarakat tetangga, akhirnya terbentuk hubungan perorangan yang tidak formal. Saya kira ‘personal connection’ ini yang harus kita galakkan dengan berbagai cara. Jadi hubungan antara Indonesia-Australia ini terlalu penting untuk hanya diserahkan kepada pemerintah,” ujar David, yang juga seorang profesor di Murdoch University Australia ini, dengan bahasa Indonesia yang fasih.
Harapan baru pada pemerintahan Jokowi
Kini, David dan rekan-rekannya di ACICIS yakin bahwa pemerintahan Jokowi akan terus mendukung program pertukaran pendidikan seperti NCP. Ia pun lantas mengutip pernyataan Jokowi saat debat Capres berlangsung ’Diplomasi melalui pendidikan dan kebudayaan itu harus diprioritaskan.’
“Itulah salah satu kutipan yang sangat diingat oleh kami yang melihat pentingnya pendidikan. Dalam debat beliau mengungkapkan hal itu dan bagi kami, itu adalah sinyalemen bahwa beliau ingin menggalakkan kerjasama di bidang pendidikan dan kebudayaan,” urainya.
Ia menambahkan, “Mudah-mudahan makin lama makin banyak warga Australia yang diberi kesempatan, dan melihat ini sebagai kesempatan yang sangat besar untuk mempererat hubungan antara Indonesia dan Australia,” terangnya kepada ABC.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sydney University Rumahkan Professor yang Rasis