"Kita akan bedakan antara (pekerja) ekspatriat dengan yang nasional. Untuk ekspatriat (yang di PHK) kira-kira 20 persen, kalau karyawan nasional hanya 2,8 persen," ujar Presiden Direktur PT Newmont Nusa Tenggara Martiono Hadianto setelah peringatan hari jadi pertambangan dan energi ke-67 di Kantor Kementerian ESDM kemarin. Jumlah karyawan NNT di pertambangan Batu Hijau diperkirakan mencapai 8.000 orang.
Martiono mengatakan, keputusan itu diambil berdasar pertimbangan yang matang sesuai kebutuhan perusahaan. Namun, jika ada permintaan dari pemerintah agar pengurangan karyawan itu ditunda, tidak menutup kemungkinan pihaknya akan membahas kembali. "Kita akan lihat dan pertimbangkan. Namanya juga rencana," tukasnya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengaku belum mengetahui rencana Newmont tersebut. Namun, Jero menilai rencana PHK itu tidak sesuai dengan tagline Kementerian ESDM yang mendorong pertumbuhan dan menciptakan lapangan kerja. "Itu tidak sesuai semangat kita," tegasnya.
Hingga saat ini, lanjut dia, NNT belum membuat laporan resmi terkait hal itu. Karena itu, Jero belum mengetahui alasan pemutusan hubungan kerja tersebut. "Mereka tidak boleh dengan mudah, tanpa pemberitahuan, tanpa izin dari saya, melakukan PHK. Itu tidak boleh, apa pun alasannya," sebutnya.
Rendahnya produksi emas dan tembaga Newmont akibat kondisi pertambangan Batu Hijau di Nusa Tenggara Barat yang terus menurun. Karena itu, saat ini Newmont tengah melakukan perluasan lokasi tambang di wilayah pegunungan Sumbawa. Meski alasannya produksi turun, pemerintah berharap PHK menjadi langkah terakhir.
Saat ini, 31 persen saham NNT dikuasai PT Multi Daerah Bersaing (MDB), konsorsium Grup Bakrie melalui PT Bumi Resources Tbk (BUMI). Bakrie sendiri memiliki 75 persen saham di MDB. Secara tidak langsung Bakrie sendiri mengantongi 24 persen saham Newmont.
Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA) Syahrir A.B. berharap PT NNT bisa melakukan efisiensi terlebih dahulu sebelum memutuskan PHK kepada karyawannya. "Keputusan PHK di tambang sebenarnya bukan sesuatu yang berlebihan. Kita hanya khawatir itu diikuti perusahaan-perusahaan lain," ungkapnya.
Menurut Syahrir, jika dalam posisi harga mineral turun seperti sekarang ini, perusahaan tambang pasti memutuskan menurunkan produksi. Akibatnya, tenaga kerja dan sewa peralatan akan dikurangi demi memangkas biaya produksi. "Itu sudah nature-nya bisnis tambang kalau harga sedang turun. Kalau harga tidak baik, tapi produksi tetap digenjot, ya rugi," jelasnya. (wir/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPD: Transfer Dana Bagi Hasil Ke Daerah tak Adil
Redaktur : Tim Redaksi