Ngaku Keringatan Pidato Pakai Bahasa Indonesia

Rabu, 12 Juni 2013 – 06:59 WIB
Maya Soetoro (kiri) menerima buku karya Mahfud M.D. dari Rektor UII Edy Suandi Hamid, usai memberikan kuliah umum di kampus UII Kaliurang, kemarin. F-Yogi isti pujiaji/Jawa Pos Radar Jogja
FASIH melafalkan bahasa Indonesia tapi ngaku berkeringat dingin saat kehabisan kata-kata. Itulah Prof Dr Maya Soetoro Ng., adik tiri Presiden Amerika Serikat Barack Obama, saat memberikan kuliah umum di kampus UII dan UGM Jogjakarta kemarin (10/6). Dia juga bernostalgia tentang masa kecilnya di Kota Pelajar.
 
YOGI ISTI PUJIAJI, Jogjakarta

 
"Halo, apa kabar? Assalamu"alaikum," ujar Maya Soetoro membuka kuliah umum yang disambut aplaus mahasiswa program internasional di auditorium Kahar Mudzakar, Universitas Islam Indonesia (UII).
 
Tidak jauh berbeda dengan kakak tirinya, Barack Obama, yang kala melawat ke Indonesia bercerita tentang tukang bakso dan tukang sate langganannya, Maya juga menceritakan masa kecilnya tinggal di Indonesia (1974"1980). Kala itu, umurnya masih tujuh tahun. Dia ikut ibunya, Stanley Ann Dunham, seorang antropolog, dan tinggal di perumahan dosen UGM, Sekip, Jogjakarta.
 
Maya merupakan buah perkawinan Ann Dunham dengan Lolo Soetoro, warga Indonesia. Perkawinan itu merupakan yang kedua bagi Ann Dunham. Pada perkawinan pertama (1961) dengan Barack Hussein Obama, lahirlah Barack Obama Jr yang kini menjadi presiden ke-44 AS.
 
Saat menceritakan nostalgianya tinggal di Jogja, Maya mengaku sering main ke Pasar Burung Ngasem di barat Keraton Jogja. Dia juga suka bermain di Taman Sari, alun-alun, serta kompleks keraton. Di tempat-tempat itulah Maya sering menyaksikan pergelaran wayang kulit atau sendratari Mahabarata dan Ramayana.
 
Dia juga terkesan dengan Pasar Malam Sekaten di Alun-Alun Lor setiap bulan Mulud (Maulid). "Sering ibu-ibu di pasar mencubit pipi saya yang tembem karena gemas. Dan sekarang ternyata masih tembem," candanya disambut tawa ratusan civitas akademika kampus swasta tertua di Indonesia itu.
 
Maya mengaku waktu kecil dulu suka minum jamu gendong, makan gudeg, dan pecel pincuk. Dia masih terkenang rasa gudeg yang manis dan sensasi pecel pincuk yang dijual ibu-ibu keliling kampung.
 
Perempuan 42 tahun itu masih ingat hiasan perak berbentuk garuda dan masjid kecil serta kaligrafi bertulisan Bismillahirrohmanirrohim dan Alhamdulillahirobbilalamin. Maya juga berbicara soal Islam di Jogjakarta dan Indonesia yang kuat dengan ikatan persaudaraan serta silaturahminya.
 
"Lakum dinukum waliyadin. Bagimu agamamu, bagiku agamaku. Itu semua ada di Jogja," katanya yang lagi-lagi mendapat apluas dari para mahasiswa.
 
Bagi Maya, suasana dan kehangatan masyarakat Jogjakarta sekarang tidak berbeda dengan kala dirinya berada di Indonesia sekitar 23 tahun silam. "That was a good memory," tutur dosen University of Hawaii itu.
 
Bercerita panjang lebar dengan bahasa Indonesia, tampaknya, membuat Maya "lelah" dan kehabisan kata-kata. Setelah tersenyum, dia mengatakan, "Saya sudah nggak tahu mau omong apa lagi. Saya mulai keringetan. Selanjutnya pakai bahasa Inggris saja, ya," ungkapnya sebelum pidato kuliah umum bertema Education for Peace.
 
Dia menyatakan bangga masih bisa membuka pidato dengan bahasa Indonesia dengan cukup lancar. "Apalagi kalau pakai bahasa Jawa," lanjut perempuan kelahiran Jakarta, 15 Agustus 1970, tersebut.
 
Bahasa Jawa sempat diucapkan Maya kala menutup pidato. "Matur nuwun (terima kasih, Red)," ucapnya disambut aplaus hadirin.
 
Lawatan Maya kali ini membawa misi membangun komitmen bersama untuk memperkuat perdamaian melalui jalur pendidikan. Salah satunya dengan program pertukaran pelajar. Menurut dia, hal penting untuk menciptakan perdamaian adalah tata cara mengadopsi pengetahuan dari berbagai negara di belahan dunia. Akademisi harus berperan memberikan contoh dan berbagi satu sama lain.
 
"Ini harus dilakukan dari berbagai perspektif untuk membangun hubungan baik," tegasnya.
 
Misi tersebut, lanjut Maya, diwujudkan dengan penandatanganan MoU dengan Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbud. MoU itu berupa pemberian beasiswa bagi warga Indonesia untuk menempuh pendidikan di Hawaii, AS.
 
Di UII saat ini ada tiga dosen yang tengah menempuh pendidikan di Hawaii sebagai peserta pertukaran dosen. "Kami berupaya agar selanjutnya bisa melakukan pertukaran mahasiswa," kata Rektor UII Prof Dr Edy Suandi Hamid.
 
Kedatangan Maya Soetoro merupakan bagian dari rangkaian kunjungan delegasi University of Hawaii (UH) di Manoa dalam rangka mempererat kerja sama bilateral antara UII dan UH yang telah lama terjalin. Karena itu, beberapa profesor dari UH turut hadir dalam kunjungan tersebut. Antara lain, Prof Greenwood (presiden UH) dan Prof Denise Konan (dekan Faculty of Social Science).
 
Selain ke UII, delegasi UH mengunjungi Sekolah Siaga Bencana dan diajak menyambangi kawasan hunian tetap (huntap) Merapi di Desa Pager Jurang, Kepuharjo, Cangkringan, Sleman. Dalam kunjungannya di huntap korban letusan Merapi 2010 itu, Maya sempat disuguhi minuman tradisional wedang uwuh yang menghangatkan badan. Dia juga memborong hasil kerajinan warga huntap berupa kain batik serta suvenir lainnya.
 
Selain di UII, Maya memberikan kuliah umum di UGM dengan tema yang sama. Tadi malam, dia dan rombongan dijamu makan malam di Balairung, kampus Bulaksumur. Dalam kesempatan itu, hadir Gubernur DIJ Sultan Hamengku Buwono X.
 
"Saya terkesan dengan kemajuan yang ditunjukkan masyarakat Jogjakarta. Jika diminta, saya mau tinggal di sini," tuturnya lantas tersenyum. (*/din/c5/ari)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Superhero Mania, Komunitas Pengagum Para Pemberantas Kejahatan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler