Dalam pledoi setebal 12 lembar itu, melalui penasihat hukumnya Rusdiono, terdakwa mengakui memang benar melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU N0 31 Tahun 1999, sebagai dakwaan subsider.
“Kami juga sepakat dengan Jaksa yang membebaskan klien kami dari dakwaan primer. Karena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar unsur dakwaan primer,” ucap Rusdiono di hadapan Ketua Majelis Hakim Casmaya didampingi hakim ad hoc Medan Parulian Nababan dan Abdul Gani.
Pihaknya, sepakat jika unsur dakwaan subsider yang diberikan Jaksa, telah sesuai dan terbukti dilanggar. Tapi kata dia, apa yang dilakukan kliennya karena faktor ketidakpahaman dalam pengerjaan proyek.
Sehingga, lanjut Rusdiono, tuntutan jaksa yang dijatuhkan pada terdakwa sangatlah memberatkan. Apalagi kliennya merupakan tulang punggung keluarga dan harus menghidupi tiga anak yang masih kecil. Kemudian terdakwa juga sudah menyesali semua perbuatannya.
“Kami mohon kepada majelis agar meringankan hukuman bagi terdakwa,” urainya.
Kemarin, Pengadilan Tipikor Samarinda juga menyidangkan perkara sama dengan terdakwa Ahmadi dan Aji Najib, keduanya pegawai di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kutim. Agendannya sama, mendengarkan pledoi.
Pledoi Ahmadi dan Aji Najib dibacakan penasihat hukumnya Hamzah Dahlan. Dalam keterangannya, Hamzah mengaku apa yang didakwakan jaksa penuntut umum sangat tidak tepat. Pasalnya, dakwaan jaksa terkait dana CSR yang diberikan kepada masyarakat bukanlah tanggung jawab kilennya.
“Itu tanggung jawab kontraktor, bukan klien kami,” terang Hamzah.
Diketahui, ketiga terdakwa kasus dugaan korupsi proyek peningkatan jalan di Dusun Takat, Kecamatan Sandaran, Kabupaten Kutai Timur tahun 2009 dituntut berbeda.
Ahmadi yang saat itu menjabat sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Dinas Pekerjaan Umum Kutim, dituntut 1 tahun 3 bulan dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan. Kemudian Aji Najib yang ketika itu menjabat sebagai koordinator lapangan dituntut sama dengan Ahmadi.
Tuntutan berbeda diberikan kepada Mansyur selaku pimpinan CV Putra Mandiri yang menjadi kontraktor. Ia dituntut 2 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 4 bulan penjara dan diminta mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 133 juta lebih. Jika tidak membayar setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka akan ditambah hukuman 6 bulan penjara.
Ketiga terdakwa diduga terlibat korupsi dalam proyek peningkatan jalan di Dusun Takat subsenilai Rp146 juta pada 2009. Modusnya, proyek peningkatan jalan yang diprogramkan APBD Kutim itu semula rencananya dikerjakan kontraktor CV Putera Mandiri, namun dalam perkembangannya proyek itu telah dikerjakan atas bantuan pihak swasta sepenuhnya, yakni PT Hanurata. Sementara dana APBD Kutim tetap dicairkan untuk pembayaran kepada kontraktor CV Putera Mandiri.
Meski jalan tersebut sudah didanai PT Hanurata, namun CV Putera Mandiri tetap meminta tagihan pembayaran pada Pemkab Kutim, seolah-olah pekerjaan sudah dilaksanakan CV Putera Mandiri. Pembayaran pun lalu dilakukan dalam dua kali, yaitu 40 persen dan 60 persen.(luc/far/fuz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rawan Konflik, Warga Pendatang di Kwamki Narama Didata
Redaktur : Tim Redaksi