Nio di Langit Biru yang Nio

Oleh Dahlan Iskan

Sabtu, 15 September 2018 – 06:06 WIB
Dahlan Iskan di antara tanaman quinoa di pegunungan Qinghai pada ketinggian 4.000 meter di atas permukaan laut. Foto: disway.id

jpnn.com - Namanya: Nio.
Tugasnya: mengalahkan Tesla.

Itulah ambisi Li Bin. Atau William Li. Atau Elon Musk-nya Tiongkok. Anak muda berumur 43 tahun. Dari Shanghai.

BACA JUGA: Jalan Ikhlas untuk Pejuang Panjang

Selasa lalu Li Bin muncul di New York. Di Wall Street. Cari uang. Lewat pasar modal New York Stock Exchange.

Hari itu Li Bin dapat uang USD 1 miliar dolar. Atau sekitar Rp 15 triliun.

BACA JUGA: Idealisme New York Times Menunggu Tipping Point

Ia berjanji: tiga atau empat tahun lagi perusahaan sudah bisa untung. Perusahaan Li Bin bernama Weilai. Langit Biru Tiba.

Nama internasionalnya: Nio. Nasibnya masih sama dengan Tesla: rugi triliunan rupiah.

BACA JUGA: Awan Kiasan untuk Pemburu Turis

Tahun lalu Weilai masih rugi USD 758 juta. Hampir Rp 10 triliun. Begitu tenangnya.

Begitulah perusahaan mobil listrik. Tahapnya baru bisa menjual masa depan. Tapi kalau masa depan itu tiba itulah kejayaannya.

Seperti juga Tesla. Weilai bukan perusahaan mobil. Usahanya adalah bidang komputer.

Memang mobil listrik itu pada dasarnya bukan mobil. Ia komputer yang diberi roda. Unsur komputernya begitu dominan.

Bahwa Weilai atau Nio bisa dapat uang Rp 15 triliun, itu karena kepercayaan pada masa depan itu. Juga percaya pada nama-nama besar di belakang Weilai: Tencent (pesaing Alibaba), Baidu (Googlenya Tiongkok), Temasek Singapura dan Lenovo.

Saya pernah ke pusat penjualan Nio di Shanghai. Di depan Starbucks terbesar di dunia itu.

Saya lihat mobil-mobil listriknya. Tipe SUV yang besar. Unggulannya. Tapi belum dijual saat itu.

Baru tiga bulan terakhir penjualan dimulai. Langsung laku hampir 500 mobil.

Terbukti mobilnya laku. Weilai pun cari tambahan modal ke New York. Bukan dengan cara jual saham. Tapi jual ADR: American Depositary Receipts.

ADR adalah deposito di satu bank yang dimandatkan untuk membeli saham perusahaan di luar Amerika. Perusahaan Tiongkok pernah ada yang berhasil go public dengan cara ini: perusahaan kursus bahasa Inggris secara online.

Tiongkok memang akan jadi medan pertempuran mobil listrik. Dari seluruh mobil listrik di dunia saat ini 60 persen ada di Tiongkok.

Begitu banyak pabrik mobil listrik di sana. Lima bulan lalu saya ke Shandong. Ke pabrik mobil listrik. Pendatang baru. Untuk mobil murah.

Di Tiongkok aturan mobil listrik memang sangat mendukung. Misal: mobil listrik dibedakan dalam dua kelas. Dengan perlakuan berbeda.

Untuk penjualan yang kecepatan maksimalnya 60 km/jam tidak diperlukan surat apa pun. Tidak perlu STNK. Tidak perlu BPKB. Tidak perlu bayar pajak.

Pelat nomor mobil listrik pun dibedakan. Pelat mobil listrik warna hijau. Pabrik mobil listrik pun menjamur di sana.

Tesla tidak mau kecolongan. Tesla pun mau masuk Tiongkok. Lewat pabriknya di Shanghai yang segera dibangun. Yang mendapat fasilitas khusus: boleh sepenuhnya dimiliki asing. Amerika. Tidak harus berpartner dengan perusahaan dalam negeri.

Sebaliknya Weilai pun siap menghadang Tesla. Dimulai dari Shenzhen. Di kota ini Nio bikin infrastruktur eksklusif: battery swap.

Di beberapa lokasi disediakan baterai. Yang sudah berisi setrum. Penuh.

Mobil Nio yang hampir kehabisan daya bisa ke ‘pom bensin’ itu. Tukar baterai. Dua menit. Jalan lagi.

Itu langkah sementara. Sambil menunggu lahirnya baterai masa depan. Tiga tahun lagi. Yang bisa untuk jarak 2 ribu kilometer. Dengan harga hanya sepertiganya.

Tesla yang belakangan ini terus bergejolak memang harus waspada. Ada Nio yang artinya keren.

Langit biru segera tiba. Keren. Kita boleh jadi penontonnya.(***)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Terus ke Timur Mengejar Matahari


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Dahlan Iskan   Disway   Tesla   Nio   mobil listrik  

Terpopuler