Nobar Bandung

Oleh: Dahlan Iskan

Rabu, 16 Oktober 2024 – 07:36 WIB
Dahlan Iskan. Foto/ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Sayang. Kota Qingda jauh sekali dari tempat saya sekarang: Nanchang.

Keinginan perusuh Disway agar saya nonton timnas sepak bola bertanding di sana sulit dipenuhi. Saya harus terbang dulu ke Shanghai satu jam. Lalu terbang lagi ke Qingdao: dua jam.

BACA JUGA: Liem Din

Memang banyak pilihan mau lewat mana, tetapi lewat Shanghai tetap yang tercepat. Bisa juga naik kereta cepat: masih 7 jam.

BACA JUGA: Warung Kopi

Saya di pedalaman Tiongkok. Qingdao di pantai timur sisi utara. Kotanya menghadap ke Korea --kalau Anda berdiri di pantainya dalam posisi hadap serong ke utara.

Saya nonton siaran langsungnya saja. Sambil ingin tahu bagaimana komentator luar negeri melihat tim kita. Yang lebih penasaran lagi: ingin tahu nama-nama pemain kita dalam bahasa Mandarin.

BACA JUGA: Sedih Tidak

Sayangnya saya sendiri tidak seperti Anda: saya belum hafal nama-nama pemain nasional kita (lawan China). Maka ketika nama-nama itu disebut dalam bahasa Mandarin saya tidak tahu siapa yang dimaksud.

Beda kalau komentator TV Tiongkok menyebut nama Luo Na Er Duo. Saya tahu maksudnya: Ronaldo.

Kadang nama itu disebut lengkap. Lebih sering disebut nama panggilannya: C-Luo.

Panggilan C-Luo diciptakan agar orang Tiongkok keluar dari kesulitan akibat banyaknya orang yang bernama mirip Ronaldo.

Maka Ronaldinho di Tiongkok dipanggil Xiao Luo. Luo-muda. Sedang Ronaldo Luis Nazario de Lima dipanggil Da Luo. Luo-senior.

Anda pasti masih ingat siapa Ronaldo Luís Nazario de Lima. Saya tidak perlu menjelaskan siapa penyerang timnas Brasil itu.

Saya juga sudah biasa mendengar siapa yang dimaksud komentator dengan nama Mo Sa La He. Jangan Anda artikan tiap hurufnya. Biar perusuh Wilwa yang menjelaskan.

Anda pun bisa menebak: Mo Sa La He itu pasti Mohamad Salah-nya Liverpool.

Sayang yang kedua, saya keburu meninggalkan Fuqing. Kalau masih di Fuqing saya bisa nobar dengan para mahasiswa Indonesia di sana. Pasti seru.

Hari Minggu lalu saya kumpul dengan mereka. Makan siang bersama. Sekitar 30 orang mahasiswa hadir --lima di antara mereka pakai Jilbab.

Di situ saya kenal Julian Chandra, ketua persatuan pelajar Indonesia di Fujian. Dia lulusan SMK Cibinong yang kini mengambil prodi manajemen keuangan.

Malamnya saya kumpul mahasiswa Indonesia lagi. Di kota Fuzhou. Satu jam dari Fuqing. Julian ikut ke Fuzhou. Makan malam lagi. Di restoran Indonesia di Fuzhou.

Nama restonya: Bandung. Pemiliknya memang asal Bandung: Hartanto Wiratama Tanto. Dia punya istri orang Xiamen.

Hartanto kini menjadi ketua Warung Kopi Fujian (lihat Disway kemarin), menggantikan Christopher Tungka.

Coba saja masih di Fuqing, atau di Fuzhou, bisa nobar seru di resto Bandung. Ups...tidak bisa. Tanto sendiri sudah punya tiket terbang ke Qingdao: nonton timnas langsung di Qingdao.

Akan tetapi saya di Nanchang. Nonton sendirian. Tidak mau minta diadakan nobar. Kalaupun ingin nobar pasti yang lain pro Tiongkok -alangkah tersiksanya batin.

Yang juga menyesal tidak bisa nonton ke Qingdao tidak hanya saya. Juga seorang dokter Sahabat Disway: dr Jagaddhito. Ahli jantung. Aktivis mahasiswa saat di Unair. Lalu ambil spesialis jantung di UGM. Sekarang dia bertugas di RSUD Brebes, Jateng.

Jagaddhito akan sekolah di Qingdao -di Ri Zhao, dekat Qingdao. Beberapa hari lagi dia berangkat. Tiket sudah terbeli. Tidak bisa dimajukan.

Jagadito -putra mantan Rektor ITS Prof Priyo Suprobo- akan menjadi dokter Indonesia angkatan pertama yang disekolahkan ke Tiongkok.

Ada 70 dokter di angkatan pertama ini. Pertanda di soal kedokteran pun Indonesia mulai kiblatain: barat dan timur.

Jagaddhito akan ditempatkan di rumah sakit kabupaten Ri Zhao, sekitar 50 km dari Surabaya -kalau Qingdao diibaratkan Surabaya.

Saya tahu kota itu. Meski rumah sakit tingkat kabupaten tetapi mutunya tidak kelas Lampung Timur.

Di RS itu bertugas seorang dokter yang layak kalau hanya mau bertugas di Beijing atau Shanghai.

Dia pilih di kabupaten: Prof Dr Jun Bo Ge. Anda sudah tahu siapa dia: ahli jantung terkemuka yang namanya sampai masuk daftar Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok -entah apakah ada lembaga seperti ini di Indonesia.

Saya berdoa di masjid Fuzhou: agar sahabat Disway itu sempat dimentori oleh Prof Jun Bo.

Di sana nanti dia pasti diberi nama Mandarin. Saya tidak akan menyarankan pilih nama apa. Biarlah mentornya di sana yang memilihkan. Asal jangan Sa La He.(*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Aplikasi Sopir


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler