jpnn.com, JAKARTA - Pengamat pendidikan Muhammad Nur Rizal mengungkapkan fakta mengejutkan soal kesiapan guru di Indonesia menghadapi pemberlakuan Kurikulum Merdeka secara nasional pada 2024.
Dia menyebutkan dari sekitar 4 juta guru di Indonesia, diperkirakan hanya 10 persen atau 400 ribu orang yang siap.
BACA JUGA: Epson Dukung Sosialisasi Kurikulum Merdeka Ikatan Guru Indonesia
Itu pun kata founder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), hanya untuk guru di sekolah-sekolah yang tanpa intervensi pemerintah.
"Angka 10 persen itu sudah bagus lho. Faktanya banyak guru di Indonesia yang tidak siap mengimplementasikan Kurikulum Merdeka," kata Nur Rizal dalam taklimat media daring, Kamis (30/6).
BACA JUGA: 140 Ribu Sekolah Berlakukan Pendidikan Pancasila di Kurikulum Merdeka Tahun Ini
Dia menegaskan keberhasilan implementasi Kurikulum Merdeka salah satunya dipengaruhi kemampuan guru.
Survei yang dilakukan GSM menunjukkan 99 persen guru yang bergabung di komunitas Gerakan Sekolah Menyenangkan lebih siap mengimplementasikan Kurikulum Merdeka.
BACA JUGA: Mas Nadiem Ungkap Peran Besar Buya Syafii di Balik Lahirnya Kurikulum MerdekaÂ
Sebaliknya guru-guru di luar GSM, sebanyak 76 persen siap menjalankan kurikulum baru tersebut.
Namun, kata Nur Rizal, alasan para guru tersebut sebagian besar karena keterpaksaan.
Dia membeberkan, survei GSM membuktikan 48 persen guru mengaku siap karena kewajiban dari pemerintah, 34 persen alasannya bisa membantu proses pembelajaran. Terdapat juga 4 persen alasannya karena sarana di sekolah sudah memadai.
Ada juga kata Nur Rizal, guru di luar GSM yang menjawab belum siap menjalankan Kurikulum Merdeka. Alasannya belum mengetahui strategi mengajar yang tepat (41 persen), belum menguasai keterampilan mengajar yang dibutuhkan (32 persen).
Selain itu, alasannya keterbatasan dalam mendapatkan referensi ajar sebanyak 18 persen dan 9 persen administrasi yang rumit.
"Jadi, 76 persen sekolah siap menjalankan Kurikulum Merdeka, tetapi dari aspek gurunya hanya 10 persen yang benar-benar siap," cetusnya.
Dampaknya sambung Nur Rizal, kualitas pendidikan di Indonesia sulit terkatrol, meski sebenarnya Kurikulum Merdeka itu baik dan hampir mirip dengan GSM, tetapi filosofinya berbeda.
Dia menyebutkan banyak guru GSM merasakan pendekatan (GSM) yang dinilai paling berbeda dari Kurikulum Merdeka adalah tersedianya strategi pembelajaran, pelatihan perubahan mindset, dan wadah berbagi antarguru di komunitas.
Nur Rizal menyarankan kepada pemerintah, perlu ada pelatihan perubahan mindset, pendampingan kultur profesionalisme guru dan wadah berkolaborasi untuk saling bertukar praktik, pengetahuan. Juga pengalaman, dan berbagai strategi mengajar.
"GSM akan mampu membantu kesiapan guru dan sekolah dalam menerapkan implementasi Kurikulum Merdeka," pungkas Muhammad Nur Rizal. (esy/jpnn)
Redaktur : Friederich Batari
Reporter : Mesyia Muhammad