Nurhayati Beber Kode Permainan DPID Lagi

Rabu, 07 November 2012 – 03:52 WIB
JAKARTA - Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menduga masih banyak pihak yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi Dana Percepatan Infrastruktur Daerah (DPID). Oleh karena itu, majelis hakim meminta Wa Ode Nurhayati yang menjadi saksi bagi terdakwa Fahd El Fouz alias Fahd A Rafiq untuk membuka nama-nama yang diduga terlibat dalam kasus itu.

Nurhayati sebelumnya sudah divonis bersalah karena didakwa menerima uang suap Rp 5,5 miliar dari Fadh untuk mengusahakan alokasi DPID bagi sejumlah daerah.

"Ada apa sebenarnya di banggar? Anda selama ini menyatakan anda dikorbankan, apa ada yang lain selain anda yang juga merasa dikorbankan atau difitnah? Coba kalau ada yang lain, kasih tau orangnya siapa," kata anggota majelis, Hendra Yosfin pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (6/11) malam.

"Yang dilaporkan hanya saya yang mulia," jawab Nurhayati.

Namun hakim Hendra tampaknya tak puas mendengar jawaban politisi Partai Amanat Nasional itu. Hakim terus menggali informasi agar Nurhayati bicara. Mantan anggota Banggar DPR itu pun menjelaskan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah tahu dengan jelas siapapun yang diduga terlibat. Bahkan KPK tahu ada kode khusus bagi orang-orang memainkan proyek DPID itu.

"Kode-kode yang diungkapkan di KPK sudah jelas. Alokasi DPID. Contoh terhadap empat daerah yang dituduhkan pada saya, Yang Mulia. Kabupaten Bener Meriah, Aceh Besar dan Pidie Jaya. Itu stabilo kuning, tulisan biru, punya Fraksi Demokrat, Bener Meriah, dan Minahasa. Sedangkan stabilo kuning, tulisan orange, itu milik Fraksi PKS. Hanya itu yang saya tahu," papar Nurhayati. "Kode-kode itu adalah identitas pemiliknya," lanjutnya.

Dalam persidangan itu hadir pula Wakil Ketua Banggar dari Fraksi PKS Tamsil Linrung dan Wakil Pimpinan Banggar asal Fraksi PDI-Perjuangan Olly Dondokambey sebagai saksi. Kepada majelis hakim, Tamsil menjelaskan, masing-masing anggota Banggar DPR memiliki kewengan untuk mengusulkan daerah pemilihannya sebagai calon penerima DPID.

Namun mengenai disetujui atau tidaknya, hal itu harus disesuaikan dengan kriteria-kriteria daerah penerima DPID yang sudah ditetapkan Pemerintah dan Banggar DPR. “Anggota pada dasarnya bisa mengusulkan, seratus, dua ratu, tapi sifatnya usulan. Selama kriteria memenuhi, pasti kita akomodir,” ujar Tamsil.

Tamsil juga membenarkan pertanyaan hakim mengenai keharusan seorang anggota DPR RI memperjuangkan alokasi DPID untuk daerah pemilihannya. "Tidak harus, tapi sesungguhnya mestinya memang memperjuangkan daerahnya," kata Tamsil.

Namun, pernyataannya justru ditertawakan Hakim yang merasa jawabannya terlalu politis dan normatif.

Sementara Olly Dondokambey ditanya tentang anggota Banggar DPR yang berasal dari daerah pemilihan Aceh Besar, Bener Meriah, dan Pidie Jaya yang diperjuangkan Fadh dan Wa Ode. Olly pun menjawab bahwa tiga kabupaten yang dipermasalahkan Komisi Pemberantasan Korupsi itu merupakan daerah pemilihan Mirwan Amir, mantan wakil ketua Banggar DPR dari Fraksi Partai Demokrat.

Namun Mirwan yang seharusnya menjadi saksi dalam persidangan saat itu tak hadir. Oleh karena itu, hakim tak dapat mengklarifikasikan sejumlah keterangan yang disampaikan dalam sidang Fadh.(flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bupati Membandel, Mendagri Jengkel

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler