jpnn.com, JAKARTA - Nusron Wahid mendesak pemerintah segera membuat peraturan baku mengenai transaksi chripto currency atau aset kripto.
Menurut anggota Komisi VI DPR RI itu, keberadaan regulasi sangat penting guna melindungi investor dan mengedukasi masyarakat.
BACA JUGA: Para Developer Korea Buka Bursa Kripto di Indonesia
"Sebagaimana diketahui transaksi kripto sudah menjamur, dan banyak devisa lari ke luar negeri. Kalau tidak diatur justru akan makin jauh dan merugikan investor. Karena itu negara harus segera hadir dan memastikan bursa kripto harus segera diwujudkan," kata Nusron dalam rapat kerja DPR dengan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, Senin (31/5).
Nusron mengungkapkan, kehadiran bursa merupakan sebuah keniscayaan untuk mengatur perdagangan kripto ini.
BACA JUGA: Upbit, Tawarkan Platform Bursa Tukar Kripto Aset yang Lebih Mudah di Indonesia
Menurut mantan Ketua Umum GP Ansor ini, sebenarnya pemerintah melalui Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) sudah membuat Peraturan Kepala Bappebti No 5 Tahun 2019 yang direvisi lagi dalam Perka Bappebti No 9 tahun 2019.
Namun, sampai sekarang belum ada kepastian, kapan aturan itu diimplementasikan.
BACA JUGA: Volume Perdagangan Bursa Kripto Zipmex Raih Rp67 Miliar
"Sementara investor terus bertambah dan transaksi terus meningkat. Bahkan sudah ada beberapa korban akibat asimetri informasi dalam bisnis ini," ujarnya.
Menanggapi pernyataan Nusron, Mendag M Lutfi memastikan pada akhir tahun ini akan segera meresmikan Bursa Kripto Asset dan semua perangkat pendukungnya seperti lembaga kliring dan sebagainya.
"Semua perdagangan yang tidak terdaftar di Bappepti dan melalui bursa nanti akan ditindak, dan akan masuk kategori kriminal karena perdagangan gelap," kata Mendag.
Menurut Lutfi, pemerintah juga konsen dan sadar bahwa bisnis kripto ini tumbuh dengan pesat. Sehingga kalau tidak diatur dan diwadahi dalam bursa nanti akan berdampak liar.
Menurut Mendag, transaksi kripto ini masuk kategori komoditi bukan mata uang. Sebab, Indonesia punya UU Mata Uang.
"Kecuali yang ditransaksikan itu rupiah masuk kategori moneter dan wilayah BI. Kalau ini masuk komoditi," kata Mendag. (*/adk/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adek