jpnn.com - JAKARTA - Tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dijatuhi hukuman mati Arab Saudi, Satinah akhirnya bisa dibawa pulang. Perempuan yang nyaris dikisas karena membunuh majikan itu dibebaskan dari hukuman mati setelah membayar diyat kepada keluarga korban.
Satinah tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang Rabu (2/9) pukul 11.05 dengan pesawat Saudi Arabian Airlines. Selama perjalanan dari Arab Saudi ke tanah air, Satinah didampingi pejabat konsuler KBRI Riyadh, Dede Rivai dan atase hukum KBRI Riyadh, Muhibudin.
BACA JUGA: Penyerapan Anggaran Daerah Lamban, Seharusnya Ini Sanksi yang Tepat
Kondisinya lemah sehingga harus didorong dengan kursi roda. Ternyata, Satinah memang menderita stroke.
Setibanya di tanah air, Satinah langsung diserahterimakan dari perwakilan KBRI Riyadh kepada pejabat Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Satinah juga langsung dipertemukan dengan anak kandungnya, Nur yang didatangkan oleh BNP2TKI dari Semarang.
BACA JUGA: Kemenhub Bakal Tambah 7 Kapal dan Bangun Jalur KA di Papua
Namun, Satinah belum bisa langsung diboyong ke kampung halamannya.
Menurut Direktur Pemberdayaan Deputi Bidang Perlindungan BNP2TKI, Arini Rahyuwati, TKI yang didakwa membunuh majikannya itu harus menjalani perawatan dulu di RS Polri Kramatjati. “Harus dirawat dulu sampai pulih kondisi fisiknya,” ujar Arini seperti dikutip dari siaran pers BNP2TKI.
BACA JUGA: Ketua DPD Dorong IPB Gelar Kongres Kemaritiman
Rencananya, Nur akan menunggui ibunya selama menjalani perawatan di RS Polri Kramatjati. "Rencananya akan menunggu sampai Ibu selesai dirawat di rumah sakit Polri,” kata Nur yang oleh BNP2TKI dipekerjakan sebagai pegawai di Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Semarang.
Untuk diketahui, Satinah awalnya didakwa membunuh majukannya sendiri, Nura Al Gharib pada 2007. Namun, Satinah bukannya tanpa sebab sampai tega melakukan tindak pidana. Ia tak kuat disiksa oleh majikannya dengan penggaris kayu. Karena emosi memuncak, Satinah lantas memukulkan penggilingan roti ke tengkuk majikannya.
Panik karena telah membunuh, Satinah lantas kabur. Namun, pelariannya digagalkan petugas kepolisian Burayda di Provinsi Qasim.
Akhirnya pengadilan Saudi Arabia menjatuhkan hukuman mati ke Satinah. Beruntung pihak keluarga korban bersedia menerima kompensasi atau diyat dari Satinah. Akhirnya pihak keluarga korban menyodorkan angka Saudi Arabian Riyal (SAR) 7 juta atau sekitar Rp 21 miliar. Pemerintah Indonesia pun turun tangan untuk membayarkan diyat ke keluarga korban demi membebaskan Satinah.(ara/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Komisi V Minta Kemenhub Belajar dari Kemen PU-Pera
Redaktur : Tim Redaksi