jpnn.com - Tokoh pers nasional Dahlan Iskan mengenang pertemuannya dengan Letjen TNI (Purn) Doni Monardo tahun lalu.
Doni Monardo meninggal dalam usia 60 tahun pada Minggu (3/12) lalu, sekitar pukul 17.35 WIB di RS Siloam, Jakarta.
BACA JUGA: Jokowi Sampaikan Belasungkawa atas Wafatnya Doni Monardo
Menurut Dahlan, ketika bertemu lagi tahun lalu dia pangling, karena Doni terlihat lebih muda, segar, dan lebih gagah.
"Setelah bersalaman barulah saya ingat senyumnya: Letjen TNI Doni Monardo," kata Dahlan Iskan dalam esainya berjudul Doni Monardo, dikutip pada Selasa (5/12).
BACA JUGA: Ganjar Mengenang Sosok Doni Monardo: Pekerja Keras dan Pencinta Lingkungan
"Saya lama memandangi wajahnya. Apa yang menyebabkan berubah," lanjut kolumnis kondang itu.
Saat pertemuan itu, Doni hadir dalam acara pembukaan pabrik plastik ramah lingkungan berbahan baku singkong di Tangerang.
BACA JUGA: Wapres Maâruf Amin Kenang Doni Monardo sebagai Sosok Berintegritas
Doni hadir memberi ceramah tentang jahatnya plastik bagi lingkungan. Di sana juga ada Basuki T Purnama alias Ahok.
Konon Doni saat itu juga melihat Dahlan sedang heran mengamati wajah dan tubuhnya.
"Rambut saya yang berubah, Pak," demikian Dahlan mengutip perkataan Doni Monardo saat itu.
Dahlan mengatakan tampilan rambut membuat Doni tampak lebih muda dan segar. Rambutnya lebat. Tidak lagi botak. Warnanya hitam. Tidak ada putihnya.
"Kalau Pak Dahlan mau, nanti saya kirimi obatnya," Dahlan menirukan ucapan Doni yang melihat rambut mantan menteri BUMN itu mulai menipis, kian terlihat botak di bagian dekat ubun-ubun dan beruban.
Seminggu kemudian, Dahlan pun menerima kiriman paket. Setelah membaca nama pengirimnya, dia sudah bisa menebak isinya: obat penumbuh rambut.
Saat dibuka, ada banyak botol kecil ukuran sekitar 100 cc. Dahlan lantas memotret kiriman itu. Fotonya dikirimkannya kepada Doni Monardo dengan ucapan terima kasih.
"Saya berjanji untuk memakainya tanpa menyebut mulai kapan. Janji itu belum saya penuhi. Sampai beliau meninggal dunia hari Minggu sore lalu dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata kemarin siang," tutur Dahlan.
Upacara pemakaman Doni Monardo dipimpin oleh Kepala Staf TNI AD yang baru, Jenderal Maruli Simanjuntak yang juga junior almarhum di Kopassus. Waktu Doni menjabat Danjen Kopassus, Jenderal Maruli masih letnan.
Ketika itu Doni punya program unggulan: anggota Kopassus-muda harus jadi juara di bidang masing-masing. Ada judo. Karate. Mendaki gunung. Dan banyak lagi.
Nah, Maruli adalah juara judo. Lalu Pangdam Tanjungpura sekarang Mayjen TNI Iwan Setiawan juara mendaki gunung.
"Tim Mayjen Iwan membuat sejarah bagi Indonesia: berhasil mencapai puncak Everest. Bendera merah putih berkibar di sana. Kopassus-lah pengibarnya," ujar Dahlan.
Menurut Dahlan, sebelum pertemuan di pabrik plastik ramah lingkungan itu, dia bertemu Doni yang menjabat kepala BNPB di pusat pengendalian Covid-19.
Setelah menjalani berbagai tes, Dahlan diizinkan masuk ke ruang kerja sekaligus tempat tinggal almarhum saat itu.
Selama menjadi komandan pengendalian Covid, Doni tidak pernah pulang. Tidurnya pun di sebelah ruang kerja itu dengan tempat tidur lipat yang biasa dipakai di barak tentara.
"Waktu beliau habis untuk urusan Covid. Siang-malam. Itulah Doni Monardo. Anak Minang yang lahir di Cimahi, dekat Bandung," ujar Dahlan.
Ayah Doni seorang tentara yang hidup berpindah-pindah. Begitu pula Doni yang menyelesaikan SMA di Padang. Lalu masuk akademi militer di Magelang. Angkatan 1985.
Pangkat terakhir Doni lebih tinggi dari peraih Adhi Makayasa tahun itu: I Made Agra Sudiantara. Doni bintang tiga. Made bintang dua.
Made juga tidak pernah jadi pangdam. Sedang Doni dua kali jadi pangdam: di Pattimura, Maluku dan di Siliwangi, Jawa Barat.
Made meninggal dunia di umur 50 tahun, sekitar 10 tahun lalu. Doni meninggal di usia 60 tahun 3 Desember tahun ini.
"Di semua jabatannya itu Doni seperti habis-habisan. Namanya pun menjadi lebih besar dari jabatannya," kata Dahlan.
Waktu jadi pangdam Siliwangi, Doni menjalankan proyek besar sekali di bidang lingkungan hidup: membersihkan alur sungai Citarum. Menyeluruh. Di sepanjang wilayah Jawa Barat.
Tidak hanya sungainya yang dibersihkan. Pinggirnya juga dihijaukan. Agar erosi yang masuk Citarum terkendali.
Doni adalah pecinta pohon. Levelnya: gila tanaman. Doni-lah yang menanam begitu banyak trembesi di lingkungan bandara Lombok.
"Setiap ke bandara Lombok saya seperti bertemu Pak Doni. Pun di bandara Hasanuddin Makassar. Penuh pohon trembesi. Doni-lah yang menanamnya," ucapnya.
Belakangan Doni merambah program menggalakkan pembiakan pohon langka. Egy Massadiah punya daftar pohon langka yang dikembangkan Doni.
"Egy adalah wartawan, penulis buku dan teman dekat banyak perwira tinggi. Waktu saya ke pusat pengendalian Covid, Egy juga terlihat bersama Pak Doni," lanjut Dahlan.
Egy juga tidak pernah pulang. Bahkan, ketika helikopter Doni terombang-ambing angin ribut di pulau Miangas, Egy ada di dalam helikopter itu. Doni selamat dari kecelakaan heli yang akan bisa menewaskannya.
"Pak Doni selamat. Pun dalam badai Covid, Pak Doni juga selamat. Tetapi, Pak Doni sebenarnya kurang sehat. Sejak lama. Sejak hampir 10 tahun lalu Kalau saja beliau sehat rasanya akan bisa jadi KSAD. Atau panglima TNI," kata Dahlan.
Dia menyebut Doni punya masalah kesehatan yang umum dialami banyak laki-laki berumur: prostat. Dahlan termasuk yang menyarankan agar Doni dioperasi di Singapura tanpa takut dinilai kurang nasionalis.
"Itu karena teman saya, orang Singapura, baru saja berhasil mengatasi kanker prostat dengan cara operasi. Penderita kanker prostat sebaiknya jangan menunda operasi. Pun bila dilakukan di dalam negeri. Kian telat kian sulit diatasi," ujarnya.
Setelah itu, kondisi Doni pun kian kurang baik. Pembuluh darah di otaknya pecah. Tidak sadarkan diri. "Setelah 2,5 bulan di rumah sakit, beliau meninggalkan kita selamanya," tutur Dahlan.
Mantan dirut PLN itu menilai jasa Doni Monardo begitu besar bagi bangsa. Penduduk Indonesia hampir sama dengan Amerika. Ekonomi Indonesia jauh sekali di bawah Amerika.
Akan tetapi, kata Dahlan, korban Covid Indonesia begitu sedikit dibanding Amerika.
Dia juga mengatakan bahwa Doni termasuk yang mendukung pemerintah untuk tidak melakukan lockdown secara nasional di saat Covid merajalela.
"Kebijakan itu akhirnya terbukti berhasil. Doni Monardo ikut menyelamatkan kita semua. Pun di saat beliau sendiri sebenarnya sudah tahu: kanker sedang mengancam keselamatannya," kata Dahlan Iskan.(dis/jpnn.com)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam