jpnn.com - LINGGA - Penambangan batu dan pasir secara liar di daerah aliran sungai (DAS) Daik maupun Tanda Hulu, Kepulauan Riau masih berlanjut. Belum ada tanda-tanda Pemkab Lingga akan menghentikan penambangan tersebut.
Aktivitas tambang batu dan pasir ini mengancam datangnya banjir, sedimentasi dan kekeringan hingga kerusakan hutan flora dan fauna di sekitar DAS.
BACA JUGA: Nelayan Natuna Harus Siap dengan Rencana Presiden Jokowi
H M Ishak, kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Lingga, sangat menyayangkan tidak adanya peran Pemkab terkait hal ini.
Aktivitas ini sesungguhnya ada di depan kantor Pemkab Lingga. Saat hari libur maupun jam pulang, aktivitas truk pengangkut batu beroperasi masuk ke komplek perkantoran yang dijaga Satpol PP selama 24 jam.
BACA JUGA: Kapolda: Malam Takbiran di NTT Aman
“Sayang, kondisi sungai hari ini tidak ada yang peduli dan terkesan mengabaikan,” papar Ishak seperti dikutip dari batampos (Jawa Pos Group)
Meski bukan tugas fungsi Bappeda dalam hal ini, jauh hari dikatakan Ishak pihaknya telah pernah membantu menfasilitasi rapat baik SKPD, Camat, Lurah, Satpol PP serta warga untuk melakukan rapat pengendalian dan meremajakan kembali sungai dari aktivitas tambang batu dan pasir yang merusak tersebut.
BACA JUGA: Duh, Lebaran Kok Air PDAM Malah Keruh
Ishak khawatir, jika terus dibiarkan, selain kerusakan lingkungan dan sungai hal ini juga akan mengencam persediaan air bersih masyarakat saat musim kemarau. Seperti kondisi Lubuk Pelawan yang rusak parah saat ini.
Ishak mengatakan, saat dirinya masih bertugas di Disbudpar Lingga, pengendalian terhadap penambang batu dan pasir tidak terlalu sulit. Saat itu, banyak warga yang beroprasi di lubuk Pelawan yang juga menjadi salah satu situs dan kini terdaftar sebagai Benda Cagar eBudaya (BCB) Lingga.
Memang diakui pekerjaan saat itu sulit di dapat. Namun untuk kepentingan bersama yang lebih jauh, pengrusakan lingkungan bukanlah cara terbaik mengais rezeki.
“Waktu itu belum melibatkan SKPD manapun. Ternyata bisa dengan cara memanggil para pengangkut pasir dan batu. Kemudian kami berikan penjelasan, baik soal kerusakan yang terjadi maupun sanksi yang akan dikenakan jika merusak lingkungan. Alhamdulillah aktifitas itu stop. Tapi setelah saya pindah dari Disbudpar, aktivitas tambang batu dan pasir muncul lagi sampai sekarang,” tambahnya.
Bahkan kata Ishak, tidak hanya di Lubuk Pelawan yang dulu begitu terkenal sebagai tempat pemadian Engku Ampuan Zahara, tepat 1 kilometer di atasnya terdapat Lubuk Muncung, yang menjadi sumber air warga Daik juga telah dilakukan pengerukan batu dan pasir.
“Akibatnya, tahun lalu sudah kita rasakan bersama-sama. Saat kemarau, sumber tersebut sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi,” timpal Ishak lagi.
Lebih jauh, aktifitas yang lepas dari kendali dan pemantauan pemerintah tersebut, kini beroprasi tepat di komplek perkantoran Pemkab Lingga. Sedang saat musim kemarau, lokasi tersebutlah yang digunakan oleh PDAM mengambil air bersih untuk disalurkan kepada masyarakat.
“Saya sangat berkeyakinan, masalah ini bisa diatasi kalau semua steakholder memahami tugas fungsinya masing-masing,”tutup Ishak. (mhb/ray/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Cikal Bakal Pos Terpadu Layanan Satu Pintu untuk TKI
Redaktur : Tim Redaksi