jpnn.com, BEIJING - Obat anti-COVID Molnupiravir sudah tersedia di sejumlah rumah sakit yang tersebar di berbagai daerah di China.
Obat oral yang dikembangkan oleh perusahaan farmasi asal Amerika Serikat Merck Sharp & Dohme dan Ridgeback Biotherapeutics tersebut secara resmi telah didistribusikan oleh perusahaan farmasi China Sinopharm sejak Jumat (13/1).
BACA JUGA: Delegasi Muslim Dunia Terkesan Melihat Kehidupan Etnis Uighur di China
Laporan beberapa media yang dipantau dari Beijing, Minggu, menyebutkan Molnupiravir sudah tersedia di sejumlah rumah sakit terkemuka di Guangzhou, Shenzhen, dan Beijing.
Molnupiravir mendapatkan persetujuan pemasaran oleh otoritas China sejak 29 Desember 2022.
BACA JUGA: China Terus Diteror Covid-19, Jumlah Kematian Sudah Sebegini
Sinopharm mendapatkan izin eksklusif untuk impor dan distribusi di seluruh pelosok wilayah daratan China.
Kepala Departemen Penyakit Menular di Beijing Youan Hospital Wu Hao mengatakan bahwa Molnupiravir secara signifikan mampu mengurangi risiko penderita COVID dirujuk ke rumah sakit dan risiko kematian.
BACA JUGA: TKA China Bentrok dengan Pekerja Lokal di Morowali Utara, Bupati Singgung Provokator
Tingkat risiko dirawat di rumah sakit dan kematiannya bisa berkurang hingga 30 persen, kata Wu.
"Kami perlu beberapa opsi dalam mengatasi cepatnya penularan COVID. Molnupiravir sebagai salah satu opsi bagi China," ucapnya.
Molnupiravir dijual seharga 1.500 yuan atau sekitar Rp 3,3 juta per botol.
Sinopharm sedang menyusun rencana impor dan mendistribusikan obat tersebut secara nasional untuk memenuhi kebutuhan institusi medis di perdesaan selama musim mudik Tahun Baru Imlek.
Molnupiravir salah satu obat anti COVID-19 yang banyak digunakan selain Paxlovid yang dibuat oleh Pfizer.
Molnupiravir telah disetujui untuk penggunaan darurat di lebih dari 40 negara, termasuk AS, Uni Eropa, Australia, Jepang, dan Korea Selatan. Hong Kong dan Taiwan juga menggunakannya.
Hingga Agustus 2022, Merck telah mendistribusikan 8,6 juta set Molnupiravir ke 30 pasar di berbagai negara dan digunakan untuk perawatan sekitar 1,8 juta pasien. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif