Oh...Semakin Banyak Istri Minta Cerai

Kamis, 23 Juni 2016 – 05:32 WIB
Foto Ilustrasi Jawa Pos/dok.JPNN.com

jpnn.com - SANGATTA – Dari tahun ke tahun, angka kasus perceraian di Kutai Timur (Kutim), Kalimantan Timur,  terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan. 

Dalam kurun satu tahun terakhir saja sudah terdapat sebanyak 482 perkara gugatan perceraian yang telah diproses Pengadilan Agama (PA) Sangatta. Sebagian besar di antaranya kini tinggal menunggu putusan akhir PA Sangatta saja lagi.

BACA JUGA: Soal Penggelapan 18 Ton Beras Miskin, Bulog Bilang Begini

Diketahui, bahwa hadirnya orang ketiga dalam kehidupan rumah tanggan pasangan suami istri (pasutri) menjadi alasan sehingga para IRT tersebut mengajukan gugatan perceraian. 

Dengan demikian, ratusan IRT di Kutim kini harus siap-siap menyandang status janda. 

BACA JUGA: THR Nggak Dibayarkan? Lapor ke Sini

Menurut Panitra PA Sangatta Iman Syahrani, faktor penyebab gugatan perceraian yakni karena adanya perselisihan di dalam rumah tangga. Itu bisa dikarenakan faktor ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hingga hadirnya orang ketiga.

“Dari laporan yang kami miliki, biasanya selain perselisihan, rata-rata para IRT mengajukan gugatan cerai karena alasan adanya orang ketiga dalam rumah tangga (perselingkuhan, red.) yang mereka miliki,” ungkap Iman didampingi Panitra Muda Hukum Ila Pujiastuti, Rabu (22/6) kemarin.

BACA JUGA: Tolong Dong, Raskin kok Kayak Pakan Ternak Gini

Termasuk tahun ini, kebanyakan yang menyampaikan gugatan perceraian yakni dari pihak istri. Bahkan perbandingannya mencapai dua hingga tiga kali lipat. Sebagian diantaranya masih ada yang sedang proses sidang, mediasi dan sudah mendapatkan putusan.

“Pada bulan April saja, dari 44 perkara gugatan perceraian yang masuk ke kami, hanya 4 perkara yang diajukan pihak suami. Sementara sisanya diajukan dari pihak istri. Kemudian di April, cerai gugat ada 29 perkara dan cerai talak hanya 13 perkara,” bebernya.

Berdasarkan laporan statistik perkara yang diproses PA Sangatta, rata-rata usia pernikahan para pasutri tersebut yakni antara 2-5 tahun, atau usia para pengantinnya sekitar 23-25 tahun. Ia menyebut, usia pernikahan tersebut memang terbilang cukup rawan dan labil.

“Kalau ada permasalahan di dalam rumah tangga, biasanya para pasutri muda ini cenderung mengedepankan emosi. Selain itu, keterbukaan pada pasangan juga masih rendah. Makanya, banyak di antara mereka itu mengunggat karena alasan adanya perselingkuhan,” tuturnya.

Iman juga menyebutkan, kebanyakan dari pasutri yang mengajukan gugatan perceraian berasal dari Kecamatan Sangatta Utara dan Sangatta Selatan. Sementara di luar kecamatan itu, yakni dari Bengalon, Muara Wahau, Kongbeng dan Sangkulirang.

“Kalau di Sangatta ini kan penduduknya cukup padat, terus akses masyarakat untuk menjangkau PA Sangatta juga cukup dekat. Makanya, laporan perceraian cukup tingginya. Pada tahun 2015 lalu, terdapat 104 perkara perceraian yang telah kita terbitkan akta cerai gugatnya,” sebutnya. (drh/sam/jpnn) 

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Penggelapan Raskin Itu Ternyata Bukan Pertama Kali


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler