JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) optimistis Rancangan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang mengatur mekanisme pemilihan gubernur oleh DPRD bisa tuntas rampung tahun ini. Jika prediksi Kemendagri ini tidak meleset, maka 2013 mendatang pemilihan gubernur tidak akan lagi dilakukan secara langsung oleh rakyat.
"Tahun ini juga (rampung), kan sesuai dengan tatib (tata-tertib DPR RI) tidak boleh melampaui dua kali masa sidang. Kalaupun ada perpanjangan, masih ada satu kali masa sidang  jadi tidak boleh lebih dari tiga kali masa sidang," ujar Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Reydonnizar Moenek kepada JPNN, Minggu (13/5) malam.
Namun demikian jika harus molor hingga akhir tahun atau lebih, pemilihan gubernur oleh DPRD itu baru bisa dilakukan pada 2014 mendatang. Pasalnya, kata Doni -sapaan Reydonnizar- UU yang baru disahkan membutuhkan masa sosialisasi sebelum diaplikasikan.
"Tergantung pada pasal peralihan, kapan itu (undang-undang) diberlakukan, setahun atau dua tahun (setelah disahkan). Akankah masih harus ada turunan PP (peratura pemerintah) atau Permen (peraturan menteri)?" paparnya.
Seperti diketahui, pada 24 Januari lalu pemerintah melalui Kemendagri telah mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU) Pemillihan Kepala Daerah. RUU tersebut merupakan bagian dari revisi UU nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda) yang di dalamnya mengatur pemilihan gubernur secara langsung.
Atas usulan RUU ini akhir bulan ini DPR RI akan mendengarkan keterangan dari pemerintah. "Besok ini kan tertanggal 30 Mei kita sudah mendapatkan jadwal (pembahasan) dari DPR atas rancanag undang-undang pemilihan kepala daerah bukan lagi pemilukada tapi pilkada," tambahnya.
Namun dalam RUU ini Kemendagri hanya mengusulkan pemilihan di DPRD tersebut hanya untuk Gubernur. Sementara untuk bupati dan wali kota tetap masih dilakukan pemilihan langsung.
Salah satu alasan Kemendagri menggagas pemilihan gubernur oleh DPRD adalah tingginya biaya politik yang harus ditanggung oleh negara untuk pemilihan kepala daerah. Biaya pemilihan secara langsung tersebut menyedot Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dalam jumlah yang besar.
"Ada daerah yang dua kali pemilihan menghabiskan Rp 970 milyar, kemudian menghabiskan Rp 300 milyar hanya untuk pemilihan kepala daerah," tambah Reydonnizar.
Data Kemendagri menyebutkan, untuk pemilihan wali kota dan bupati rata-rata setiap pasangan calon menghabiskan Rp 15 miliar-Rp 50 miliar. Angka tersebut hampir merata baik pada pasangan yang kalah ataupun menang. "Gubernur malah ada yang Rp 60 milyar sampai dengan Rp 100 milyar," tambahnya.
Lalu apakah pemilihan Gubernur di DPRD bisa menjamin hilangnya kasus korupsi? "Gampang, kita undang mereka (DPRD), kita lokalisir mereka dua hari kita matikan HP, undang KPK, undang semua penggiat antikorupsi, kita awasi mereka kan paling sekitar 75 atau 100 orang. Kalau terjadi kerawanan paling 100 orang (anggota DPRD itu saja) Tapi kalau dalam pemilihan langsung kerawanan kan begitu masif," pungkasnya.(zul/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PAN Poles Sejumlah Artis jadi Politisi
Redaktur : Tim Redaksi