JAKARTA - Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) belum resmi diumumkan oleh pemerintah, namun Organisasi Angkutan Darat (Organda) sudah berancang-ancang melakukan mogok nasional. Sebanyak 1,5 juta pengusaha dan 16 juta pekerja siap ikut serta dalam aksi menolak kenaikan harga BBM.
"Kalau anggota Organda nggak bisa beroperasi karena harga BBM tinggi maka otomatis semua akan stop. Kita sudah siap untuk mogok, di seluruh Indonesia akan melakukan itu kalau Organda Pusat menginstruksikan. Tinggal tunggu tanggal mainnya saja nanti kita akan beritahukan kalau sudah ada tanggalnya," ujar Ketua Umum organda, Eka Sari Lorena saat dihubungi kemarin (15/5).
Seperti diketahui, pemerintah berencana menaikkan harga BBM bersubsidi jenis premium menjadi Rp 6.500 perliter, sedangkan solar akan dijual dengan harga Rp 5.500 perliter dari sebelumnya hanya Rp 4.500 perliter. Eka mengungkapkan, protes para pelaku usaha angkutan darat ini karena kenaikan itu akan sangat memberatkan biaya operasional.
"Dari awal kita tidak setuju harga BBM dinaikkan, baru rencana saja harga oli, ban dan suku cadang sudah naik," ungkapnya.
Seperti yang terjadi tahun lalu, saat wacana kenaikan harga BBM mulai digembar-gemborkan, harga oli, ban dan suku cadang kendaraan langsung terkatrol naik. Sementara pemerintah tidak berhasil menurunkannya kembali.
Eka mengaku belum mengusulkan kepada pemerintah untuk menetapkan harga BBM khusus bagi angkutan umum."Percuma juga kita minta harga khusus kalau semua barang pada naik. Ujung-ujungnya biaya operasional tetap tinggi," tandasnya.
Salah satu solusi yang mungkin diminta adalah meminta izin pemerintah untuk menaikkan tarif angkutan umum dengan kisaran 30-35 persen. Sebab saat ini tarif angkutan umum masih sangat rendah dan sudah empat tahun tidak pernah naik.
"Bayangkan, angkutan umum itu tarifnya cuma Rp 2.000 dari dulu sampai sekarang. Sementara harga ban, oli dan suku cadang sudah naik berapa kali. Preman yang cuma duduk-duduk di jalan aja nggak mau dibayar Rp 2.000," ketusnya.
Menurut Eka, bunga bank untuk meremajakan kendaraan umum juga sangat tinggi. Berbada jauh dengan bunga kredit untuk membeli kendaraan pribadi.Hal itu yang menyebabkan Organda tidak bisa meremajakan kendaraannya yang sudah tua.
"Beli mikrolet itu Rp 200 juta sama izinnya, kalau metromini Rp 400 juta. Sementara kalau kita kredit di bank itu bunganya 20-27 persen, padahal kalau kita kredit mobil bunganya hanya 5-6 persen. Ini kan sudah gila," ungkapnya.
Pihaknya menilai pemerintah belum mendukung penggunaan transportasi umum. Hal itu terlihat dari belum adanya kebijakan yang mendukung langsung pemberdayaan transportasi umum.
Padahal, di berbagai daerah populasi mobil pribadi sudah sangat meresahkan sehingga menyebabkan kemacetan parah."Sampai sekarang mobilitas masyarakat 70-90 persen masih pakai angkutan darat. Jadi kalau pemerintah tidak mau berpihak kepada kita itu salah," sambungnya.
Dengan adanya kenaikan harga BBM nanti, Eka yakin pasti diikuti dengan naikknya harga barang-barang seperti ban, oli dan suku cadang. Akibatnya biaya perawatan dan operasional angkutan umum akan melonjak tinggi. Untuk mengatasi hal itu, pengusaha tentu akan membebankan kepada para sopir.
"Sudah pasti setoran akan kita naikkan karena biaya yang harus kita keluarkan bertambah. Selain itu, segala resiko di jalan kan memang kita yang tanggung," jelasnya (wir)
"Kalau anggota Organda nggak bisa beroperasi karena harga BBM tinggi maka otomatis semua akan stop. Kita sudah siap untuk mogok, di seluruh Indonesia akan melakukan itu kalau Organda Pusat menginstruksikan. Tinggal tunggu tanggal mainnya saja nanti kita akan beritahukan kalau sudah ada tanggalnya," ujar Ketua Umum organda, Eka Sari Lorena saat dihubungi kemarin (15/5).
Seperti diketahui, pemerintah berencana menaikkan harga BBM bersubsidi jenis premium menjadi Rp 6.500 perliter, sedangkan solar akan dijual dengan harga Rp 5.500 perliter dari sebelumnya hanya Rp 4.500 perliter. Eka mengungkapkan, protes para pelaku usaha angkutan darat ini karena kenaikan itu akan sangat memberatkan biaya operasional.
"Dari awal kita tidak setuju harga BBM dinaikkan, baru rencana saja harga oli, ban dan suku cadang sudah naik," ungkapnya.
Seperti yang terjadi tahun lalu, saat wacana kenaikan harga BBM mulai digembar-gemborkan, harga oli, ban dan suku cadang kendaraan langsung terkatrol naik. Sementara pemerintah tidak berhasil menurunkannya kembali.
Eka mengaku belum mengusulkan kepada pemerintah untuk menetapkan harga BBM khusus bagi angkutan umum."Percuma juga kita minta harga khusus kalau semua barang pada naik. Ujung-ujungnya biaya operasional tetap tinggi," tandasnya.
Salah satu solusi yang mungkin diminta adalah meminta izin pemerintah untuk menaikkan tarif angkutan umum dengan kisaran 30-35 persen. Sebab saat ini tarif angkutan umum masih sangat rendah dan sudah empat tahun tidak pernah naik.
"Bayangkan, angkutan umum itu tarifnya cuma Rp 2.000 dari dulu sampai sekarang. Sementara harga ban, oli dan suku cadang sudah naik berapa kali. Preman yang cuma duduk-duduk di jalan aja nggak mau dibayar Rp 2.000," ketusnya.
Menurut Eka, bunga bank untuk meremajakan kendaraan umum juga sangat tinggi. Berbada jauh dengan bunga kredit untuk membeli kendaraan pribadi.Hal itu yang menyebabkan Organda tidak bisa meremajakan kendaraannya yang sudah tua.
"Beli mikrolet itu Rp 200 juta sama izinnya, kalau metromini Rp 400 juta. Sementara kalau kita kredit di bank itu bunganya 20-27 persen, padahal kalau kita kredit mobil bunganya hanya 5-6 persen. Ini kan sudah gila," ungkapnya.
Pihaknya menilai pemerintah belum mendukung penggunaan transportasi umum. Hal itu terlihat dari belum adanya kebijakan yang mendukung langsung pemberdayaan transportasi umum.
Padahal, di berbagai daerah populasi mobil pribadi sudah sangat meresahkan sehingga menyebabkan kemacetan parah."Sampai sekarang mobilitas masyarakat 70-90 persen masih pakai angkutan darat. Jadi kalau pemerintah tidak mau berpihak kepada kita itu salah," sambungnya.
Dengan adanya kenaikan harga BBM nanti, Eka yakin pasti diikuti dengan naikknya harga barang-barang seperti ban, oli dan suku cadang. Akibatnya biaya perawatan dan operasional angkutan umum akan melonjak tinggi. Untuk mengatasi hal itu, pengusaha tentu akan membebankan kepada para sopir.
"Sudah pasti setoran akan kita naikkan karena biaya yang harus kita keluarkan bertambah. Selain itu, segala resiko di jalan kan memang kita yang tanggung," jelasnya (wir)
BACA ARTIKEL LAINNYA... SBY Minta Kendaraan Dinas Gunakan Gas
Redaktur : Tim Redaksi