JAKARTA - Pasal 4 Rancangan Undang-Undang (RUU) Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang kini disiapkan DPR, ternyata menyisipkan aturan yang mengecualikan organisasi sayap (onderbouw) partai politik. Pasal dalam RUU tersebut membebaskannya dari pengaturan sebagaimana diberlakukan terhadap ormas-ormass lain.
"Hal ini jelas salah kaprah dan terkesan ingin cari selamat sendiri," ujar Direktur Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Ronald Rofiandri, di Jakarta, Rabu (20/2).
Hal ini tentu saja menjadi aneh, karena sejak kelahirannya tahun 1985, UU Ormas menurut Ronald, merupakan satu dari lima undang-undang yang masuk Paket Undang-Undang Politik. Yaitu RUU Parpol, RUU Pemilu, RUU Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD, dan RUU Referendum.
"Jadi Jelas sejak awal, pendekatan RUU Ormas adalah politik. Dengan demikian, RUU Ormas justru sebenarnya lebih tepat untuk mengatur lebih lanjut tentang organisasi sayap parpol," ujarnya.
Namun faktanya, pengaturan tentang organisasi sayap parpol, justru hanya tercantum dalam Pasal 12 huruf j UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, yang bunyinya "Partai politik berhak membentuk dan memiliki organisasi sayap partai politik."
Menurutnya, logika tersebut tidak diterapkan secara konsisten. Kenyataannya, organisasi berbentuk yayasan maupun perkumpulan yang sudah ada rezim pengaturannya masing-masing, tetap dicampuradukkan dalam RUU Ormas.
Oleh karena itu, Ronald menilai RUU Ormas jelas mengacaukan kerangka hukum yang berlaku. "Jadi sebaiknya pembahasan RUU Ormas dihentikan. DPR lebih baik membahas RUU Perkumpulan yang lebih tepat dan relevan. RUU Perkumpulan sendiri sudah masuk dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional) 2010 – 2014 Nomor 228. Sedangkan yayasan, sudah ada UU Yayasan,". katanya.
Panitia Khusus RUU Ormas DPR diketahui telah terbentuk 3 Oktober 2011 lalu. Namun mengingat kompleksnya permasalahan yang ada, hingga saat ini DPR belum juga menyahkannya menjadi undang-undang.
Permasalahannya, menurut Ronald terlihat dari Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang disampaikan pemerintah kepada DPR. Dimana definisi Ormas cenderung menyamaratakan jenis dan kriteria. Mulai dari organisasi profesi, komunitas hobi dan minat (fans club, kelompok arisan, suporter sepak bola, dan lain-lain,red), yayasan, perkumpulan, hingga yang berbasis massa.
Meski Pansus telah mendengar kritikan dari sejumlah pihak, rapat paripurna DPR di Februari 2013 menurut Ronald, kemungkinan mengagendakan pengesahan RUU Ormas guna menggantikan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas).(gir/jpnn)
"Hal ini jelas salah kaprah dan terkesan ingin cari selamat sendiri," ujar Direktur Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Ronald Rofiandri, di Jakarta, Rabu (20/2).
Hal ini tentu saja menjadi aneh, karena sejak kelahirannya tahun 1985, UU Ormas menurut Ronald, merupakan satu dari lima undang-undang yang masuk Paket Undang-Undang Politik. Yaitu RUU Parpol, RUU Pemilu, RUU Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD, dan RUU Referendum.
"Jadi Jelas sejak awal, pendekatan RUU Ormas adalah politik. Dengan demikian, RUU Ormas justru sebenarnya lebih tepat untuk mengatur lebih lanjut tentang organisasi sayap parpol," ujarnya.
Namun faktanya, pengaturan tentang organisasi sayap parpol, justru hanya tercantum dalam Pasal 12 huruf j UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, yang bunyinya "Partai politik berhak membentuk dan memiliki organisasi sayap partai politik."
Menurutnya, logika tersebut tidak diterapkan secara konsisten. Kenyataannya, organisasi berbentuk yayasan maupun perkumpulan yang sudah ada rezim pengaturannya masing-masing, tetap dicampuradukkan dalam RUU Ormas.
Oleh karena itu, Ronald menilai RUU Ormas jelas mengacaukan kerangka hukum yang berlaku. "Jadi sebaiknya pembahasan RUU Ormas dihentikan. DPR lebih baik membahas RUU Perkumpulan yang lebih tepat dan relevan. RUU Perkumpulan sendiri sudah masuk dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional) 2010 – 2014 Nomor 228. Sedangkan yayasan, sudah ada UU Yayasan,". katanya.
Panitia Khusus RUU Ormas DPR diketahui telah terbentuk 3 Oktober 2011 lalu. Namun mengingat kompleksnya permasalahan yang ada, hingga saat ini DPR belum juga menyahkannya menjadi undang-undang.
Permasalahannya, menurut Ronald terlihat dari Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang disampaikan pemerintah kepada DPR. Dimana definisi Ormas cenderung menyamaratakan jenis dan kriteria. Mulai dari organisasi profesi, komunitas hobi dan minat (fans club, kelompok arisan, suporter sepak bola, dan lain-lain,red), yayasan, perkumpulan, hingga yang berbasis massa.
Meski Pansus telah mendengar kritikan dari sejumlah pihak, rapat paripurna DPR di Februari 2013 menurut Ronald, kemungkinan mengagendakan pengesahan RUU Ormas guna menggantikan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas).(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gusur Calo, Rekruitmen Polri Pakai Website
Redaktur : Tim Redaksi