Sekretaris PWI Riau, Eka PN membenarkan komitmen yang ditempuh tersebut. Menurutnya, beberapa organisasi wartawan telah menyatukan visi untuk menindaklanjuti dan mengawal proses hukum untuk oknum TNI AU, Letkol Robert Simanjuntak.
" Ya kita sudah sepakat untuk mengirimkan surat ke Dewan Pers dan Presiden. Suratnya sudah kita layangkan beberapa waktu lalu," papar Eka kepada Riau Pos (Grup JPNN), Sabtu (20/10).
Dalam surat tersebut berbunyi insan pers Riau yang tergabung dalam lintas organisasi wartawan, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI), Pewarta Foto Indonesia (PFI) dan Solidaritas Wartawan untuk Transparansi (Sowat), menyampaikan sejumlah sikap terkait insiden jatuhnya pesawat TNI AU di Jalan Amal, Kawasan Pandau, Kota Pekanbaru, pada hari Selasa (16/10) lalu.
Dimana, selain prihatin, organisasi wartawan juga mengecam keras upaya menghalang-halangi kinerja jurnalisitik di lapangan terhadap sejumlah wartawan, baik media cetak, online, radio dan televisi yang sedang bertugas. Dengan kondisi itu, diharapkan TNI AU untuk bertanggung jawab atas kerugian materil yang dialami wartawan dan Mendesak agar kasus penganiayaan yang dilakukan oleh Letkol Robert Simanjuntak kepada tiga wartawan yang menjadi korban, diproses secara hukum.
Dalam surat itu juga ditegaskan, bahwa kekerasan yang dilakukan aparat TNI terhadap rakyat adalah pengingkaran terhadap Sapta Marga, Sumpah Prajurit dan Janji Prajurit. Kekerasan terhadap rakyat adalah pertanda ketidakpatuhan terhadap hukum yang semestinya dijunjung tinggi setiap prajurit. kesewenang-wenangan terhadap rakyat tidak dapat diterima.
Surat yang dilayangkan ke orang nomor satu di Indonesia itu juga memiliki esensi positif dalam mengantisipasi agar kejadian itu tidak terulang lagi di masa yang akan datang. " Kami juga meminta agar aparat militer di Tanah Air menghormati tugas para jurnalis di lapangan dan kepada prajurit yang telah melakukan kekerasan dihukum sesuai perundang-undangan RI," imbuhnya.
Hal senada diutarakan Ketua IJTI Riau, Yusril Ardanis saat dikofirmasi Riau Pos, Sabtu (20/10) melalui telepon selulernya. Menurutnya, penegasan yang ingin disampaikan adalah tidak ada kata damai untuk proses hukum bagi oknum TNI AU tersebut.
" Informasi yang beredar hanya perdamaian secara pribadi. Untuk organisasi tetap lanjut ke proses hukum yang berlaku," tegas Yusril.
Untuk mewujudkan komitmen itu, dia menegaskan bahwa pihaknya sudah mengutus pengurus IJTI, Bambang Suwarno bersama korban pemukulan, Robi untuk melapor ke Dewan Pers dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers. Langkah ini disampaikan, agar proses tindaklanjut kasus tersebut berjalan sesuai ranah hukum di negeri ini.
" Yang paling penting kita harus bersama-sama mengawal itu. Kita berharap, kasus ini tidak hilang begitu saja dan harus tuntas dengan proses hukum yang berlaku," tegas Yusril.
Sementara itu, Tim Advokasi Wartawan Riau sebagai tim pengacara, yang mendampingi para korban menegaskan bahwa pihaknya sudah mempersiapkan barang bukti dan saksi untuk disampaikan ke POM AU. Diharapkan, dengan keberadaan barang bukti dan saksi tersebut, semakin memperjelas adanya penganiayaan kepada insan pers selama melaksanakan tugas jurnalis.
" Rekaman dan foto sudah kita persiapkan. Bahkan dua orang saksi siap memberikan keterangan, Senin (22/10) di POM AU," ujar Tim Advokasi Wartawan Korban Pemukulan TNI AU, Sugiarto.
Menurutnya, dua orang saksi yang akan memberikan keterangan adalah Rahman dari TVRI dan Indra dari MNCTV. Dua saksi tersebut dinilai berkompeten sebagai saksi karena melihat peristiwa yang terjadi di lapangan.
Dia menegaskan, pertemuan dengan sejumlah organisasi wartawan juga telah menyatukan visi untuk mengarahkan kasus tersebut kedalam tindakan pidana. Sehinga sebagai seorang prajurit, oknum tersebut harus disifang di Mahkamah Militer untuk mempertanggung jawakan tindakan yang diperbuatnya.
" Sementara saya melihat pasal yang digunakan oleh POM AU adalah pasal 351 tentang penganiayaan. Sementara, kami dari tim advokasi lebih setuju kalau pasal yang digunakan adalah padal 170 tentang kekerasan dideapn orang banyak. Untuk pasal ini, sanksi tentunya lebih berat dari pasal penganiayaan biasa, karena selain didepan umum, aksi oknum TNI itu juga dideapn anak-anak," papar Sugiarto.
Untuk tahapan lanjutan menurutnya, masih ada beberapa mekanisme yang harus dilalui. Dimana, setelah menghadirkan saksi dan barang bukti, pihak penyidik akan melakukan pemberkasan dan dilanjutkan dengan memanggil tergugat.
" Setelah itu baru diselidiki. Dalam tahap ini, kita harus mengoptimalkan pengawasan. Agar proses hukum yang berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku," tegas Sugiarto.(rio)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penyelewengan Hambalang Segera Terungkap
Redaktur : Tim Redaksi