jpnn.com, JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menyampaikan pernyataan terkait revisi UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Ketua ORI Mokhammad Najih menilai perlu memperhatikan prinsip dan asas kepastian hukum, keadilan-kesetaraan, dan nondiskriminatif terkait alih status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang akan diatur dalam revisi UU ASN.
BACA JUGA: Inilah Berkas-Berkas Pendaftaran CPNS 2021 dan PPPK, Harus Lengkap ya
"Kami dengan memperhatikan pertimbangan asas-asas di UU ASN khususnya di Pasal 2, yaitu asas kepastian hukum, keadilan-kesetaraan, dan nondiskriminatif. Kami nilai perlu ada perlakuan yang sama tentang status pegawai yang menjalankan dan membantu tugas pemerintahan di pusat dan daerah," kata Najih dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang ASN, di Jakarta, Senin (28/6).
Najih mencontohkan, ORI menemukan dalam Pasal 105 RUU ASN terkait pemutusan hubungan kerja, perlu diperhatikan kebijakan-kebijakan yang dipandang perlu oleh Pemerintah dan DPR.
BACA JUGA: Eks WamenPAN-RB Setuju Honorer Diangkat Jadi PPPK dan Diberikan Afirmasi
Dia mengingatkan, jangan sampai setiap pengambilan kebijakan menimbulkan dampak negatif bagi PPPK dan honorer.
Dia juga memberikan masukan terkait Pasal 131a RUU ASN yang mengatur pengalihan status tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non-PNS, dan tenaga kontrak menjadi ASN.
BACA JUGA: Kebebasan Berpendapat Dibungkam, Ketua BEM UI: Lawan!
Najih menilai, aturan tersebut perlu penegasan bahwa pegawai yang dialihkan statusnya menjadi ASN harus pegawai yang bekerja di institusi pemerintah pusat dan daerah.
"Status ini penting agar jangan sampai nanti ada perubahan pengaturan tentang peralihan status ini terjadi polemik ketidakpastian dalam menelaah atau memilah terkait status pegawai honorer," ujarnya lagi.
Najih mengatakan dalam merumuskan Pasal 131a perlu mempertimbangkan aspek kedudukan kelembagaan dalam mengalihkan status tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non-PNS, dan tenaga kontrak menjadi ASN.
Hal itu, menurut dia, karena di Pasal 1 ayat 16 UU ASN telah diatur mengenai definisi instansi pemerintah pusat dan daerah yang meliputi kementerian, lembaga pemerintah non-kementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga non-struktural. (antara/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Soetomo