Ormas Asing Jangan Asal Nyelonong

Jumat, 15 Maret 2013 – 08:55 WIB
Kasubdit Ormas Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik (Ditjen Kesbangpol) Kemendagri, Bahtiar. Foto: ist
JAKARTA - Pernyataan Komisioner Komnas HAM, M Imdadun Rahmat, yang menilai Rancangan Undang-undang Organisasi Kemasyarakatan (RUU Ormas) lebih banyak mengurusi masalah administrasi, langsung dibantah pihak pemerintah.

Kasubdit Ormas Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik (Ditjen Kesbangpol) Kemendagri, Bahtiar, justru yang terjadi, materi RUU yang ditargetkan disahkan menjadi UU pada 12 April mendatang itu mereformasi ribetnya pelayanan administrasi ormas.

"Tidak benar jika dikatakan RUU ormas lebih pada administrasi. Justru mereformasi birokrasi pelayanan administrasi ormas," ujar Bahtiar kepada JPNN, Jumat (15/3).

Dijelaskan, berdasar RUU ini, nantinya ormas yang berbadan hukum akan dilayani kemenkumham, yang tidak berbadan hukum dilayani kemendagri untuk ormas tingkat nasional. Seterusnya ke tingkat bawah, pemprov melayani ormas tingkat provinsi, dan Pemkab/pemko untuk kabupaten/kota.

Sementara, ormas asing harus melalui pintu kemenlu. "Tidak boleh nyelonong langsung beroperasi ke kampung-kampung atau nyelonong ke daerah tertentu tanpa melalui kemenlu," ujar Bahtiar.

Mengapa perlu syarat administrasi? Bahtiar menjelaskan, ini agar setiap ormas yang teregistrasi pada administrasi pemerintahan dipastikan telah memenuhi kaidah-kaidah organisasi yang sehat dan benar.

Menurutnya, orang mendirikan ormas saat ini, berbeda dibandingkan jaman dulu. Jaman dulu memang ormas untuk semata-mata pelayanan sosial, tapi sekarang juga sebagai sarana gerakan politik untuk kepentingan orang tertentu, alat kepentingan pemodal, alat kepentingan asing.

"Bahkan berpotensi menjadi sarana tindakan kriminal seperti pencucian uang dan lain-lain. Jadi iklim suasana berorganisasi jaman dulu dan sekarang sudah berubah," ulasnya.

Bahtiar, yang hari ini bakal menyandang gelar doktor, menilai bahwa yang berkembang hari ini adalah demokrasi massa. Jangan sampai citra ormas yang sudah baik jaman dulu, lanjutnya, tercemari oleh menjamurnya ormas yang tidak jelas tujuannya, tidak jelas agendanya, juga tidak jelas akuntabilitasnya.

"Meresahkan masyarakat bahkan keberadaannya kontraproduktif dengan cita-cita luhur bangsa,' kata dia.

Oleh karenanya, di RUU ini terdapat pengaturan mengenai dan kewajibannya di ruang publik, apa yang boleh dan tidak boleh diatur karena ruang publik bukanlah ruang hampa tanpa nilai.

"Jadi administrasi jangan selalu dipandang negatif. Justru administrasi dibuat sebagai sistem yang dibangun untuk mereformasi tata kelola ormas sesuai prinsip-prinsip demokrasi dan nilai agama, sosial, budaya, hukum Indonesia sebagai negara berdaulat," bebernya.

Dikatakan, sistem hukum yang cocok bagi masyarakat di negara lain belum tentu cocok difoto copy untuk diterapkan di negara kita. "Karena manusia dan nilai-nilai budayanya jelas berbeda," pungkasnya.

Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM, M Imdadun Rahmat, mengatakan, semula pihaknya berharap RUU ormas ini nantinya bisa menjadi payung hukum bagi pemerintah untuk melakukan pembinaan ormas-ormas yang sering memaksakan kehendak dan ideologinya ke kelompok lain.

Namun menurutnya,  materi RUU ormas ini justru lebih diarahkan ke persoalan-persoalan administrasi, yang oleh kalangan kelompk civil society, mempersulit mereka.(sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... RS Apung Pertama Milik Swasta

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler