Ormas Rawan Disetir Asing

Rabu, 13 Maret 2013 – 06:21 WIB
Kasubdit Ormas Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik (Ditjen Kesbangpol) Kemendagri, Bahtiar. Foto: ist
JAKARTA - Salah satu resiko kerentanan eksistensi ormas atau LSM lokal di Indonesia adalah ketergantungannya yang sangat tinggi terhadap lembaga donor asing. Dampaknya, ormas ini cenderung mengikuti mainstream kebijakan yang ditetapkan oleh lembaga donornya.

"Hal tersebut sebagai konsekuensi hubungan antara pemberi dan penerima donor. Untuk jangka panjang kurang baik dan ormas/LSM Indonesia menjadi tidak mandiri," ujar Kasubdit Ormas Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik (Ditjen Kesbangpol) Kemendagri, Bahtiar, kepada wartawan, Selasa (12/3).

Lebih lanjut dikatakan, jika lembaga donor berhenti berhenti memasok dana bantuan, maka aktivitas ormas yang baik itu serta merta berhenti seketika.

Pada sisi lain, tingkat ketersediaan dana publik dari dalam negeri untuk pembiayaan ormas/LSM masih terbatas. Ditambah lagi masih rendahnya kemampuan ormas/LSM menggalang kepercayaan publik dalam negeri untuk membantu pendanaan ormas.

Saat ini ormas yang terdaftar jumlahnya mencapai 67 ribu. Jumlah besar tersebut, kata Bahtiar, berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan-kepentingan yang bertentangan dengan hukum. Termasuk potensi penyalahgunaan (abuse) atau penyimpangan (misuse) ormas/LSM untuk menjadi alat perjuangan/gerakan yang dimainkan untuk kepentingan asing di Indonesia.

Bagaimana melepaskan ketergantunngan ormas dari jeratan dana donor? Bagaimana menjaga eksistensi kesinambungan hidup ormas yang baik agar tetap hidup?

Bahtiar mengatakan, RUU Ormas hadir untuk memberikan payung hukum pemberdayaan ormas sehingga ada bab khusus yang mengatur pemberdayaan ormas.

Bahtiar mengaku percaya bahwa pendirian ormas memang bertujuan kebaikan atau gerakan sosial kemanusiaan tanpa pamrih. Semua Anggaran Dasar ormas isinya hal-hal baik. "Namun dalam menjalankan aktivitasnya di ruang publik, seringkali keluar dari tujuan baik tersebut," imbuhnya.

Hal ini terjadi, lanjutnya, karena dalam sebuah ormas terdapat kekuasaan yang terorgansasi, kekuasaan tersebut bisa digunakan positif dan punya potensi negative.

"Di sinilah perlu RUU ormas untuk mengelola keseimbangan penggunaan hak dan kewajiban ormas di ruang publik. Jika tidak, demokrasi kita bisa berubah menjadi demokrasi massa. Siapa yang kuat dia yang menang," kata dia.

Contoh hal tersebut telah terjadi di berbagai daerah. "Gubernur, bupati/walikota perlu payung hukum untuk mengelola potensi ormas/LSM di wilayahnya agar tetap pada rel yang benar," pungkasnya. (sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tingkatkan Kualitas Belanja, Daerah Didorong Gandeng Kemendagri

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler