OSO: Menteri BUMN Belum Paham Kartel Daging

Jumat, 10 Juni 2016 – 02:57 WIB
Wakil Ketua MPR RI Oesman Sapta Odang (OSO). FOTO: DOK.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Oesman Sapta Odang (OSO) menilai Menteri BUMN Rini Soemarno belum tahu banyak soal kartel daging sapi yang sudah berjalan selama ini. Karena itu, OSO menilai wajar jika terjadi cekcok antara kementerian terkait. Hal itu akibat tidak ada titik temu dan tidak kompak di internal kementerian sendiri dalam menghadapi kartel daging tersebut.

"Saya tahu Menteri BUMN itu masih baru. Maka untuk membicarakan daging sapi itu tidak ada kesepakatan antara Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan dan Meneg BUMN sendiri, sehingga tidak kompak dalam menghadapi kartel daging sapi itu, dan harga daging tetap tembus Rp 130 ribu,” tegas Oesman Sapta dalam dialektika demokrasi “Presdien Jokowi dan Kartel Daging Sapi” bersama Wakil Ketua Komisi IV DPR RI FPAN Viva Yoga Mauladi dan anggota DPR RI FPPP M. Iqbal di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (9/6/2016).

BACA JUGA: Ryamizard: Kemenhan Bentuk Tim Intelijen

Kesimpulannya, kata Oesman Sapta, kenapa kasus daging ini dari tahun ke tahun begini terus? Jawabannya, "selama ini tidak ada yang berani membongkar. Karena itu pers MPR RI inilah yang harus berani menulis dan terus mengkritik soal daging ini. Kami di MPR RI ini untuk apa kalau  terus-menerus diam dan tidak membela kepentingan rakyat? Kartel yang biadab itu jangan dibiarkan,” ujarnya.

Menurutnya, kebutuhan daging Indonesia sebanyak 650 ton/tahun, itu setara dengan 3,9 juta sapi. Sementara stok sapi dalam negeri tidak mencukupi, sehingga solusinya harus impor. Apalagi konsumsi daging warga Indonesia terendah, yaitu 2Kg/perkapita/orang/tahun. Sedangkan Brasil mencapai 90 Kg, Amerika Serikat 80 Kg, Eropa 60 Kg. “Jadi, kalau anak-anak kita kurang gizi, jangan salahkan anak. Tapi, kita yang salah karena takut sama kartel,” tambahnya.

BACA JUGA: Yuddy Ngotot PHK PNS, Ketum Korpri Temui Presiden

Dengan demikian yang penting kata Oesman Sapta, Presiden  Jokowi berani membuat kebijakan dengan mematok harga Rp 80 ribu/Kg. Hanya asosiasi impor daging yang menolak dengan menetapkan harga Rp 130 ribu/Kg. “Jadi, kita harus membangun sistem. Khususnya perlakuan terhadap pengusaha pribumi, yang ternyata dihambat oleh kartel. Hal itu terjadi sejak perizinan, jaminan ke bank, stok daging di Australia, sampai  distribusi ke Indonesia,” ungkapnya.(fri/jpnn)

BACA JUGA: BPK Bisa Gandeng Aparat Penegak Hukum

BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR: Bongkar Penyelundup Daging Sapi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler