Pabrik Kembang Api di Tiongkok Berada di Perbukitan

Jumat, 27 Oktober 2017 – 14:16 WIB
Kondisi para korban ledakan di pabrik petasan Kosambi, Kabupaten Tangerang dirawat di RSUD Tangerang, kemarin (26/10). Foto: Imron/Satelit News/JPNN.com

jpnn.com, BEIJING - Tragedi meledaknya pabrik petasan disertai kebakaran hebat di Desa Belimbing, Tangerang, Banten, yang mengakibatkan 47 korban tewas, harus jadi pelajaran berharga semua pihak.

Terutama instansi pemerintah yang mengurus soal perizinan usaha. Bentuk usaha dengan bahan baku berbahaya harus mendapat perhatian khusus, seperti di Tiongkok.

BACA JUGA: Gudang Petasan Meledak, Puluhan Orang Tewas

Tiongkok merupakan produsen dan eksportir kembang api terbesar di dunia. Berdasarkan data tahun 2016 lalu, negeri panda itu menguasai 88,1 persen dari total ekspor kembang api secara global.

Nilainya mencapai USD 732 juta atau setara dengan Rp 9,9 triliun. Mayoritas kembang api tersebut diproduksi di kota Liuyang, Provinsi Hunan. Kota itu sampai dijuluki ibu kotanya kembang api karena banyaknya produsen.

BACA JUGA: Kongres Partai Komunis Berakhir, Presiden Makin Kuat

Liuyang menyumbang 60 persen dari total ekspor Tiongkok untuk kembang api dan sejenisnya. Kembang api yang dihasilkan di kirim ke berbagai belahan dunia.

Di Liuyang ada lebih dari seribu pabrik dan toko kembang api baik besar maupun kecil. Entah siang maupun malam, anak-anak bakal menyalakannya.

BACA JUGA: Hmmm, Barangkali Ini Kerangka Naga

Masing-masing perusahaan di Liuyang memiliki spesiliasi sendiri-sendiri. Ada yang khusus memproduksi tabung bagian luar petasan, bagian hiasan dan juga serbuk hitam yang menjadi bahan utama kembang api.

Semua perusahaan yang memproduksi barang-barang yang berpeluang meledak tidak ditempatkan di tengah kota. Melainkan di atas bukit.

Pabrik-pabrik di tengah pemukiman penduduk hanya menghasilkan barang-barang yang “aman”. Mulai dari mesin, alat untuk menghias dan berbagai hal lainnya yang tidak mudah terbakar.

Di area-area terlarang, biasanya ada tulisan besar No Smoking alias Dilarang Merokok. Salah satunya adalah tempat untuk mengeringkan bahan utama pembuatan kembang api.

''Seperti inilah bau dari ruang pengerikan,'' ujar Terry Winkle dari perusahaan Liuyang Flying Dragon Fireworks.

Ada bau aseton bercampur dengan arang dan sulfur. Jangan membayangkan ada percikan api di ruang pengeringan, tempat tersebut bakal luluh lantak.

Pemilik perusahaan dan pemerintah Tiongkok sudah membuat aturan yang sangat ketat untuk menghindari kecelakaan.

Sebagai contoh, bahan kimia yang mudah terbakar dan proses pencampuran dilakukan di gedung yang dibuat mirip bunker berukuran kecil di sisi bukit.

Ruang itu hanya cukup untuk satu orang pekerja. Jadi, jika ada apa-apa maka hanya satu pekerja itu saja yang celaka. Yang hancur juga hanya apa yang ada di dalam bunker itu saja, tidak menyebar ke tempat lainnya.

Meski sudah hati-hati, kecelakaan kadang tak bisa dihindarkan. Sebagai contoh adalah ledakan di pabrik pembuat kembang api di Shanglil County, Provinsi Jiangxi pada 23 September lalu.

Tujuh orang tewas. Meski begitu, dengan semakin baiknya pengamanan, jumlah kematian akibat ledakan kembang api bisa ditekan.

Sebagian besar produksi kembang api masih dilakukan secara manual oleh penduduk. Pekerjanya didominasi oleh perempuan.

Gaji mereka bergantung dengan kemampuan masing-masing. Jika kerjanya cekatan maka gajinya juga besar. Yang jelas antara USD 80-285 per bulan atau setara dengan Rp 1 juta-Rp 3,8 juta.

''(Memproduksi) kembang api adalah cara yang paling mudah untuk menjadi kaya di Liuyang,'' ujar GM Sunrise Fireworks yang bernama Xu.

Saat ini sebagian besar kembang api yang diproduksi di Liuyang dijual di dalam negeri. Sebab konsumsi kembang api di Tiongkok memang tinggi.

Mereka menyalakan kembang api dalam berbagai peringatan dan perayaan. Alasan lainnya adalah rumitnya proses ekspor. (CNN/sha)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Donald Trump-nya Tiongkok Jadi Orang Terkaya


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler