Pajak Karaoke Diminta Turun

Selasa, 13 November 2012 – 08:05 WIB
INDIHIANG - Dinas Pendapatan Daerah Kota Tasikmalaya tetap mengusulkan penurunan tarif pajak karaoke. Pajak karaoke sebesar 75 persen dianggap mematikan pengusaha dan mengganggu proses penarikan pajak.

“Kemarin dengan dewan (sudah bicara, red) nanti di perubahan kedua tarif pajaknya yang agak rasional,” ujar Kepala Dinas Pendapatan Kota Tasikmalaya Rahmat Mahmuda saat dihubungi Radar Tasikmalaya (Grup JPNN), kemarin (12/11).

Tarif yang terlalu tinggi, kata dia, membuat Dispenda segan untuk menarik pajak. Karena, pengusaha setiap bulan mengajukan surat keberatan besaran pajak langsung kepada wali kota. Para pengusaha menyatakan kesanggupan membayar pajak seperti di daerah lain, berkisar antara 30 sampai 35 persen.

“Hasil kunjungan kita ke Bandung dan Surabaya rata-rata itu tiga puluh sampai tiga puluh lima. Itu sebenarnya bisa tercapai untuk PAD. Sekarang terlalu besar, saya juga tidak memahami,” tuturnya.

Dia meminta pajak karaoke tidak dikaitkan dengan pengendalian. Karena, pemkot telah memiliki aturan untuk pengendalian tempat hiburan seperti karaoke. “Saya rasa masalah pajak tidak ada kaitannya dengan itu (pengendalian). Kalau misalnya mereka menjual minuman keras ya tutup saja langsung,” cetusnya.

Dispenda, sambung dia, sudah berkonsultasi dengan BPK. Saran dari BPK agar pengusaha mengajukan keberatan setiap bulan langsung kepada wali kota untuk mendapatkan keringanan. Dan yang terpenting, antara pajak dengan pengendalian dampak keberadaan karaoke seperti penjualan minuman keras dan hal negatif lainnya harus dibedakan.

“Ya mungkin sekarang prosesnya setiap bulan mereka (pengusaha) harus mengajukan keberatan. Itu sesuai rekomendasi dari BPK,” kata dia.

Sebelumnya, mantan Ketua Pansus Pajak Karaoke Ade Ruhimat mengatakan dalam Perda Nomor 4 tahun 2011 tentang Pajak Daerah Kota Tasikmalaya terdapat satu klausul yang bisa dipertimbangkan. Yakni, para pengusaha bisa membuat permohonan keringanan atas penetapan pajak tersebut.

Namun, menurut Ade, pengusaha sebaiknya mengikuti aturan yang sudah ada yakni 75 persen. Karena, potensi penghasilan dari sektor ini cukup besar.

Alasan tingginya pajak karaoke, kata dia, selain untuk pengendalian juga ada desakan dari masyarakat untuk membatasi pertumbuhan karaoke di Kota Tasikmalaya. Hal itu tidak lepas dari kekhawatiran warga akan efek negatif dari keberadaan tempat hiburan itu.

“Ada keberatan dari pengusaha itu wajar, dan silakan ajukan kembali keberatan tersebut untuk ditinjau kembali oleh DPRD,” tuturnya. (pee)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tingkat Kematian Bayi di Mimika Masih Tinggi

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler