Pajak Kripto Dinilai Perlu Dikaji Ulang

Minggu, 03 Maret 2024 – 03:29 WIB
Pemerintah resmi menerbitkan aturan mengenai pemberlakukan pajak transaksi perdagangan aset Kripto yang berlaku efektif per 1 Mei 2022.. Foto: Bitocto Exchange

jpnn.com, JAKARTA - CEO INDODAX, Oscar Darmawan mengatakan pemberlakuan pajak kepada industri kripto di Indonesia memberikan beban finansial yang sangat berat bagi para investor kripto.

Pasalnya, total jumlah pajak yang harus disetorkan setiap bulan bahkan melebihi pendapatan para pelaku industri.

BACA JUGA: Indodax Ungkap Kebiasaan Investor Kripto di Indonesia

Hal itu disampaikan Oscar dalam acara perayaan ulang tahun INDODAX yang ke-10 pada 27 Februari 2024.

“Saat ini terdapat berbagai jenis pajak aset kripto yang dikenakan di Indonesia yaitu PPh sebesar 0.10 persen, PPN sebesar 0.11 persen, dan tambahan 0.02 persen untuk biaya bursa, deposito, dan kliring. Terlebih lagi, jika bertransaksi menggunakan stablecoin seperti USDT, akan dikenakan penggandaan pajak. Banyaknya jenis pajak yang dikenakan, membuat jumlah total pajak yang harus dibayarkan oleh investor menjadi mahal dan berpotensi dapat mematikan industri kripto di Indonesia,” ucap Oscar.

BACA JUGA: Hai Runners, Siap-Siap Ikuti BTN Jakarta International Marathon 2024

Menurut Oscar, industri ini membutuhkan sebuah trigger atau pemicu untuk merangsang pertumbuhannya.

Salah satu cara yang paling efektif adalah dengan melakukan peninjauan kembali besaran nominal pajak kripto di Indonesia dengan menghapus besaran PPn dan hanya dikenakan PPh.

BACA JUGA: Raih Rating ESG Terbaik di Asia Tenggara, SIG Masuk Top 10 Emiten Bahan Baku Konstruksi

“Karena dalam waktu dekat industri kripto dari Bappebti akan dialihkan ke OJK, artinya kripto akan menjadi bagian dari industri keuangan. Maka dari itu, tidak tepat jika masih dikenakan PPn dan diharapkan pajaknya bisa menjadi 0,1 persen,” ucap Oscar.

Oscar menekankan urgensi dilakukannya evaluasi ulang terhadap pengaturan perpajakan ini melibatkan para pemangku kepentingan di industri kripto.

Hal ini dilakukan dengan tujuan menjaga keseimbangan antara pertumbuhan industri dan daya saing.

Kolaborasi antara pihak terkait menjadi kunci utama dalam mencapai kesepakatan yang dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Sementara, Tirta Karma Senjaya, Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi Bappebti, mengatakan jika lebih dari 50 persen pajak fintech dihasilkan oleh pajak kripto.

“Memang adanya pengenaan pajak di industri kripto dapat menambah pendapatan negara kurang lebih Rp259 miliar. Pajak kripto pun berkontribusi lebih dari 50 persen dalam industri fintech. Regulasi ini lahir untuk mengatur, bukan mengekang ataupun menghambat. Namun ternyata adanya regulasi ini dalam implementasinya berdampak di pasar dan menambah biaya yang harus dibayarkan oleh investor," ucap Tirta.

Tirta juga mengakui adanya pengenaan pajak dalam industri kripto ini perlu dilakukan pertimbangan kembali.

“Saat ini banyak investor kripto yang bertransaksi di global. Maka dari itu, memang perlu diadakan evaluasi dan pertimbangan kembali atas pengenaan pajak ini. Harapannya, dari total pajak yang dikenakan saat ini, investor kripto bisa dikenakan setengahnya saja," kata Tirta.

Tirta juga mengatakan jika evaluasi ini harus dilakukan bersama-sama antara asosiasi, regulator, dan para pelaku usaha.

"Karena industri ini masih embrio, penting juga untuk memperhatikan peluang pertumbuhan. Terlebih lagi, industri kripto akan menjadi salah satu bagian dari sektor keuangan. Oleh karena itu, diperlukan audiensi bersama-sama Bappebti, OJK, Dirjen Pajak, pelaku industri, hingga asosiasi untuk menentukan nominal pajak yang sesuai," seru Tirta.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler