jpnn.com - JAKARTA - Anggota Komisi III DPR yang membidangi hukum, Taufiqulhadi mendorong Kejaksaan Agung terus mengusut kasus dugaan korupsi kelebihan pembayaran (restitusi) pajak PT Mobile 8 Telecom. Menurutnya, Kejagung tetap bisa melanjutkan pengusutan dugaan korupsi pajak Mobile 8 meski DPR merekomendasikan agar kasus itu ditangani Direktorat Jenderal Pajak.
"Ada sebuah manipulasi pajak. Saya mendorong Kejagung untuk memproses hal tersebut," ujat Taufiqulhadi, Kamis (24/3).
BACA JUGA: 16 Negara Pastikan Hadir di Majapahit Travel Fair 2016
Politikus Partai NasDem itu justru mengkritisi langkah Panitia Kerja (Panja) Mobile 8 bentukan Komisi III DPR yang meminta Kejagung menghentikan penyidikan atas kasus itu dan menyerahkannya ke Ditjen Pajak. Taufiq beralasan, langkah Panja pimpinan pimpinan Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmond J Mahesa itu justru menghambat upaya Kejagung.
Taufiq mengakui bahwa DPR memang punya fungsi pengawasan. Namun, katanya, Kejagung sudah menyebut ada kerugian negara dalam kasus Mobile 8 sehingga DPR pun harusnya mendorong penuntasan kasus di perusahaan yang pernah dimiliki pengusaha Hary Tanoesoedibjo itu.
BACA JUGA: Korlantas Polri Siapkan Skenario Lalu Lintas saat Libur Panjang
“Seharusnya justru kita mendorong penuntasannya. Seharusnya begitu," tegasnya.
Karenanya Taufiq menyebut rekomendasi Panja Kasus Mobile 8 itu justru bentuk campur tangan atas proses hukum. “Isinya menurut saya," sindirnya.
BACA JUGA: Ungkap Korupsi di Petral, KPK Butuh Pasokan Info Pertamina
Seperti diberitakan sebelumnya, Kejagung mengendus kejanggalan pada transaksi antara PT Mobile 8 Telecom PT Djaya Nusantara Komunikasi (PT DNK) pada periode 2007-2009. Kasusnya bermula ketika Mobile 8 saat itu menggandeng PT DNK sebagai rekanan pengadaan telepon seluler beserta pulsanya.
Sedangkan nilai transaksinya adalah Rp 80 miliar. Pada Desember 2007, PT Mobile 8 mentransfer uang kepada PT DNK sebanyak dua kali dengan nilai masing-masing Rp 50 miliar dan Rp 30 miliar.
Pada pertengahan 2008, PT DNK menerima faktur pajak dari PT Mobile 8 dengan total nilai sekitar Rp 114 miliar. Hanya saja Kejagung menduga dua perusahaan itu bersekongkol membuat transaksi fiktif.
Kejaksaan meyakini faktur pajak itu hanya untuk mengelabuhi agar dua perusahaan itu terlibat transaksi jual beli. Sebab, faktur pajak itulah yang diduga digunakan PT Mobile 8 untuk mengajukan restitusi pajak melalui KPP.
PT Mobile-8 akhirnya menerima pembayaran restitusi sebesar Rp 10 miliar. Kejaksaan pun menduga negara rugi senilai Rp 10 miliar.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kriteria Calon Ketum yang Dibutuhkan Golkar
Redaktur : Tim Redaksi