Pak Jokowi Harus Tahu, Jumlah Tenaga Kerja di Industri Hasil Tembakau 5,9 Juta Orang

Selasa, 12 November 2019 – 08:49 WIB
Petani tembakau. Ilustrasi Foto: Radar Solo/dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pemerhati kebijakan publik Agus Wahyudin berharap Presiden Jokowi memberikan perlindungan terhadap para pelaku Industri Hasil Tembakau (IHT) di tanah air. Salah satunya melalui kebijakan-kebijakan mendukung kelangsungan industri tembakau dan menghilangkan kebijakan-kebijakan yang akan mematikan IHT.

‘’Bapak Presiden Jokowi perlu memberikan perhatian dan perlindungan kepada pelaku industri hasil tembakau. Mengingat kontribusi industri ini cukup besar bagi negara,’’ ujar Agus Wahyudin di Jakarta, Selasa (12/11).

BACA JUGA: Pemerintah Dinilai Keliru Anggap Produk Tembakau Alternatif Sama Dengan Rokok

Dijelaskan Agus, IHT merupakan salah satu industri padat modal dan padat karya dengan penyerapan tenaga kerja yang besar. Sehingga, pemerintah dinilai perlu membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung IHT tumbuh. Bukan kebijakan yang kontraproduktif.

Dia mengutip data dari pemerintah yang menunjukkan hingga kuartal I 2019 tercatat jumlah tenaga kerja di industri itu mencapai 5,98 juta orang. Di mana sekitar 4,28 juta orang merupakan pekerja di sektor manufaktur dan distribusi. Sementara sisanya 1,7 juta orang bekerja di sektor perkebunan.

BACA JUGA: Jangan Sampai 28 Ribu Pekerja Pabrik Rokok Terkena PHK Massal

‘’Kontribusi bagi pemasukan negara juga sangat besar baik dari sisi cukai maupun pajak. Sehingga pemerintah perlu memberikan dukungan penuh bagi industri ini,’’ paparnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moefti mengatakan, meminta Jokowi memerhatikan kelangsungan industri tembakau dari ancaman kebijakan yang akan mematikan IHT.

BACA JUGA: Bupati Temanggung Minta Pabrik Rokok Beli Tembakau Petani

Hal ini terkait adanya usulan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk merevisi Peraturan Pemerintah 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

“Kami akan segera menyurati Bapak Presiden Jokowi untuk menyuarakan dan menjelaskan penolakan kami atas usulan revisi PP 109/2012. Kami harap beliau dapat mempertimbangkan dan merumuskan keputusan yang tepat,” jelas Moefti dalam keternagan tertulisnya.

Dia menilai, kebijakan itu akan memberikan dampak negatif yang luar biasa bagi IHT, baik dari sisi keberlangsungan usaha dan penyerapan tenaga kerja. Asosiasi, kata Moefti tidak pernah dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan.

Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gapri) Henry Najoan mengatakan. Pihaknya berharap pemerintah tidak melanjutkan revisi PP 109/2012. Alasannya, kondisi industri IHT semakin berat pascakebijakan kenaikan tarif cukai. Saat ini, IHT diatur dengan lebih dari 200 peraturan.

Henry juga sangat menyayangkan sikap Kementerian Kesehatan yang tidak pernah melibatkan para pelaku industri dalam pembahasan revisi PP 109/2012. Padahal berdasarkan Undang – Undang No. 12 Tahun 2011 mengenai Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan pasal 96, setiap pembentukan regulasi harus ada proses konsultasi publik dan transparan pada setiap tahap perumusannya. Selain itu, juga harus dilengkapi dengan analisis dampak regulasi tersebut.

‘’Kebijakan revisi PP 109/2012 itu berdampak serius terhadap IHT yang telah menyerap lebih dari 6,1 juta tenaga kerja dari hulu hingga hilir dan berkontribusi lebih dari Rp 200 triliun pada penerimaan Negara,’’ imbuh Sekjen Forum Masyarakat Industri Rokok Indonesia (Formasi) Suhardjo.

Suhardjo menambahkan, FORMASI, bersama dengan Gaprindo dan GAPPRI, menentang keras usulan revisi PP 109/2012 dan berharap Presiden bisa turun tangan untuk turut memikirkan kesejahteraan IHT.

Revisi PP 109/2012 dinilai tak sejalan dengan semangat pemerintahan Jokowi yang mendorong adanya transparansi dalam proses pembuatan peraturan-perundang-undangan serta mempermudah kegiatan investasi dan berusaha, yang berorientasi pada penciptaan lapangan pekerjaan. (esy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler