jpnn.com, JAKARTA - Pemerhati komunikasi politik Heri Budianto menilai pernyataan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto tentang kelompok kaya dan miskin dalam menghadapi virus corona merupakan ujaran diskriminatif yang memukul psikologis kaum duafa.
Sebelumnya Yurianto dalam jumpa pers tentang perkembangan kasus COVID-19 mengimbau warga miskin melindungi yang kaya dengan tidak menularkan penyakitnya.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Pak Jokowi Kapan Lockdown? Gubernur Bilang Orang Miskin Kebal Corona
"Saya mencermati, memutar berulang-ulang video konferensi pers tersebut, dan pernyataan itu disampaikan di menit ke-22 detik ke-48. Jelas sekali kata per kata dan rangkaian kalimat, beliau menyampaikan hal itu," kata Heri dalam siaran persnya, Minggu (29/3).
Direktur eksekutif PolcoMM Institute itu menilai diksi pilihan Yurianto tidak tepat. Menurut dia, susunan kalimat dokter berlatar belakang militer itu membentuk diskursus tendensius.
BACA JUGA: Pandemi COVID-19, Pemerintah Sarankan Masyarakat Tidak Mudik Lebaran
Misalnya penggunaan kata ‘penyakitnya’ dalam frasa itu. Menurut Heri, klitik -nya mengacu pada kata yang miskin sebagai subjek kalimat.
"Penggunaan 'nya' jelas menekankan pada subjek kalimat yang disampaikan beliau," ungkap Heri.
Oleh karena itu Heri mengingatkan Yurianto sebagai juru bicara pemerintah yang tampil di depan publik menggunakan diksi yang pas dan baik. Menurut Heri, semestinya juru bicara pemerintah harus mengetahui heterogenitas masyarakat dan memahami bahwa tidak semua kalangan bisa mencerna maksud dan makna kalimat yang disampaikan.
"Itulah pentingnya paham tentang opini publik," tegasnya.
Heri menambahkan, juru bicara tampil yang di depan media harus senantiasa tenang, tidak tegang, serta tetap tersenyum. Sebab, sebagian besar media televisi menayangkan pernyataan-pernyataan Yuri secara langsung.
Selain itu, Heri juga menyarankan agar Yuri menyampaikan perkembangan terkini soal jumlah kasus COVID-19 saja. Kalaupun Yurianto hendak menyampaikan imbauan, sebaiknya menuliskannya terlebih dahulu sebagai acuan.
"Jadi baca saja, jangan mengembangkan kalimat sendiri karena akan berpotensi salah lagi," pungkas Heri.(boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy