Pakar Hukum: Atasan Tak Paham Teknis Rawan Dibohongi Bawahan

Kamis, 31 Maret 2016 – 19:19 WIB
Guru besar ilmu hukum Universitas Padjajaran Bandung, I Gde Pantja Astawa pada persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Kamis (31/3). Foto: M Kusdharmadi/JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Mantan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Maluku Chuck Suryosumpeno mengajukan guru besar ilmu hukum Universitas Padjajaran Bandung, I Gde Pantja Astawa pada persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Kamis (31/3). Chuck menggugat surat keputusan (SK) Jaksa Agung yang yang telah menghukum dan mencopotnya dari jabatan struktural.

Gde pada persidangan itu menyatakan, seorang pejabat tata usaha negara (TUN) dalam melaksanakan tugas tidak melulu harus berlandaskan asas hukum. Bahkan, kata dia, sering kali pejabat TUN mencapai efektivitas dengan menggunakan kewenangan diskresi.

BACA JUGA: Kabar Reshuffle Muncul Lagi, Fadli Zon: Penting atau Nggak?

Ia menjelaskan, diskresi diberikan untuk  menentukan cara menggunakan kekuasaan secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan. Namun, kata dia, tetap saja pejabat TUN tidak bisa mengabaikan asas umum pemerintahan yang baik.

"Jadi, hati-hati menggunakan diskresi. Ibarat di bibir jurang kalau tidak hati-hati bisa jatuh," katan Gde di hadapan majelsi hakim yang diketuai Tri Cahya serta beranggotakan Subur dan Teguh Setya Bhakti.

BACA JUGA: Zulkifli Hasan Ajak Berlatih Kyokushin

Gde menegaskan, berbicara hukum tidak bisa hanya melihat dari sisi substantif. Sebab, ada pula sisi prosedur yang harus diikuti.  "Dua hal ini harus ideal," katanya.

Dia menganalogikan perampok yang membagi-bagikan hasil rampokan ke orang miskin. Di satu sisi, perampok itu itu bertindak benar karena menolong orang miskin. Tapi, di sisi lain caranya salah dan melanggar pidana.  

BACA JUGA: KPK-Kejagung Kompak Tutupi Identitas Tangkapan

Lebih lanjut dia mengatakan, petinggi satu instansi wajib mempertimbangkan dampak hukum dari keputusan yang dibuat. Fakta-fakta hukum juga harus dipertimbangkan, termasuk bukti-bukti yang mendukung  dalam pengambilan keputusan.

"Semua itu berujung pada bukti. Fakta hukum harus dipertimbangkan," tegasnya.

Sedangkan dalam mengukur kinerja, I Gde menegaskan bahwa pejabat TUN harus menggunakan bukti-bukti. Menurutnya, mengukur kinerja tida bisa hanya karena ada laporan.

"Laporan kepadanya betul atau tidak harus dibuktikan lewat hitam di atas putih. Laporan harus ada bukti, itulah fakta hukum dan harus dipertimbangkan baik-baik," jelasnya.

Gde menegaskan, ada bawahan yang kadang merasa menguasai teknis, mengakali atasan. Terlebih jika atasan tidak berpengalaman di bidang eksekutif. "Bukan berarti tidak harus mempercayai bawahan," jelas Gde.

Untuk diketahui, Chuck menggugat SK Kejagung bertanggal 18 November 2015. Isi SK itu adalah menjatuhkan hukuman disiplin atas Chuck. Mantan kepala Pusat Pemulihan Aset (PPA) itu dianggap tidak menyetorkan barang sitaan.(boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Inilah Progres Serangan Satgas Tinombala ke Santoso Cs


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler