jpnn.com, JAKARTA - Ahli hukum pidana, Faisal Santiago menilai kasus Ratna Sarumpaet dengan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok memang berbeda. Karena itu, wajar kecepatan pengiriman surat dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU) ke pengadilan juga berbeda.
“Kalau Ahok ada hubungannya dengan pilkada, sehingga dikebut dalam pemberkasannya. Karena yang bersangkutan adalah calon guberbur pada waktu itu, berbeda dengan RS,” kata Faisal kepada wartawan, Selasa (19/2).
BACA JUGA: Penjelasan Adik Soal Kabar Pernikahan Ahok dan Puput
Menurut dia, mengenai jangka waktu penyerahan perkara pidana umum dari kejaksaan ke pengadilan tidaklah ditentukan oleh KUHAP. Namun, ada jangka waktu penahanan yang boleh dilakukan oleh penuntut umum.
Menurut KUHAP, kata Faisal, penahanan berlaku paling lama 20 hari dan dapat diperpanjang untuk paling lama 30 hari. Setelah waktu 50 hari, penuntut umum harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum.
BACA JUGA: Pakar Psikologi: Kasus Ratna Bukti Prabowo Temperamental
“Sehingga, dalam hal penuntut umum belum melimpahkan perkara ke pengadilan dan telah melewati jangka waktu tersebut, tersangka harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum,” ujarnya.
Faisal mengatakan, jaksa tampaknya ingin menyusun dakwaan Ratna secara lengkap, sehingga dalam persidangan nanti dapat membuktikan kalau Ratna memang bersalah seperti yang dituduhkan.
BACA JUGA: TKN Jokowi Laporkan Berita Ahok Gantikan Maruf Amin? ke Dewan Pers
“Jaksa mungkin pengin selengkap-lengkapnya menyiapkan alat bukti agar dalam persidangan bisa membuktikan bahwa RS bersalah,” tandasnya.
Untuk diketahui, penyidik Polda Metro Jaya telah melimpahkan tahap kedua kasus hoaks Ratna ke Kejaksaan Tinggi DKI pada Kamis (31/1). Namun, Kejati DKI hingga saat ini belum mengirim dakwaan Ratna ke pengadilan untuk diadili.
Kasus hoaks Ratna bermula dari foto lebam wajahnya yang beredar di media sosial. Sejumlah tokoh mengatakan Ratna dipukuli orang tak dikenal di Bandung, Jawa Barat.
Namun, tiba-tiba Ratna mengklarifikasi kalau berita penganiayaan terhadap dirinya itu bohong. Ratna mengaku mukanya lebam habis menjalani operasi plastik. Akibatnya, polisi memeriksa sejumlah orang sebagai saksi terkait kasus hoaks Ratna.
Antara lain Wakil Ketua Tim Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi yakni Nanik S Deyang, Koordinator Juru Bicara Tim Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yakni Dahnil Anzar Simanjuntak.
Kemudian Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal, mantan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais, purti Ratna yakni Atiqah Hasiholan dan salah satu karyawan Ratna yaitu Ahmad Rubangi.
Atas kebohongan tersebut, Ratna dijerat Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 juncto Pasal 45 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sepertinya Ada Pihak Panik Embuskan Rumor Ahok Mau Jadi Wapres
Redaktur & Reporter : Adil