jpnn.com, JAKARTA - Pakar Hukum Kesehatan Hasrul Buamona menilai pernyataan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej keliru soal sanksi pidana bagi masyarakat yang tidak mau disuntik vaksin corona.
Dalam webinar nasional yang diselenggarakan PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada Senin (11/1), Edward menjadikan Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan sebagai dasar hukum untuk memidanakan warga yang menolak untuk divaksin.
Menurut Hasrul, tidak tepat apabila Edward menjadikan Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 sebagai dasar hukum untuk memidana warga yang menolak divaksin.
"Definisi kekarantinaan kesehatan dalam Pasal 1 UU Nomor 6 Tahun 2018 adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat," kata Hasrul dalam keterangan yang diterima, Selasa (12/1).
BACA JUGA: Ganjar Bersama Kapolda dan Pangdam sudah Siap Vaksinasi Covid-19
"Dari definisi ini sebenarnya lebih cenderung kepada pengaturan aktivitas sosial masyarakat yang mana hal ini kemudian terbagi dalam beberapa bentuk karantina yaitu Karantina Wilayah, Karantina Rumah, Karantina Rumah Sakit dan Pembatasan Sosial Berskala Besar," sambung Hasrul.
Hasrul menjelaskan, jika ingin memidanakan warga yang menolak untuk divaksin, maka Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular dinilai lebih tepat untuk dijadikan dasar hukum.
BACA JUGA: 15 Juta Dosis Bahan Baku Vaksin Covid-19 Tiba di Indonesia
"(Bunyi Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 1984) Barang siapa dengan menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam pidana dengan pidana penjara selama-lamanya 1 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1 juta," ujar Pakar Hukum Kesehatan dari Universitas Widya Mataram Yogyakarta itu. (cr1/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Dean Pahrevi